Kau tidak akan tau sebesar apa rasa sakit itu sampai kepada tiba-tiba airmata hanya jatuh tanpa alasan, sampai pada hatimu nyeri tak berprasangka, sampai pada dunia seketika sepi dan kau seorang diri.
Ini dan itu tak melulu aku, ini dan itu tak melulu tentangmu. Terkadang bunga-bunga hanya saja terlalu indah jika hanya jadi pemandangan. Terkadang juga pakai hati yang meluap jadi kiasan. Entahlah, aku hanya suka kata-kataku yang menjadi sebuah kalimat.
Selasa, 02 Desember 2014
Senin, 01 Desember 2014
Mr & Mrs secret
Hujan masih deras di luar, awan masih kelam abu-abu seakan amarah tertahan dan berhujung tumpahan amarah. Saya diam memandang kelabu. Ingin saya benturkan kepala saya pada bongkahan es.. sebesar mungkin sekuat mungkin. Dan mungkin seperti itulah caranya menjadi berbeda.
"Saya mungkin orang yang paling kolot, paling bodoh dan palin tak berotak sedunia. Kenapa saya seakan tidak biasa bernafas tanpa seorang kamu? Yang bahkan tak memandang saya walau hanya sebagai seseorang?"
" saya menggila dikarenKan lelah, saya menyakiti seorang diri karena merancang luka, saya.. bak orang tak berotak yang masih dan terus mendoakan seorang brengsek seperti kamu dalam diam"
"Saya tidak mengakui bahwa ini cinta, ego dan cermin yang memperlihatkan langsung kepada diri saya seakan melarang untuk itu. Saya bertanya kepada diri saya sendiri ribuan kali bahkan tak terhitung kalinya, siapa saya yang berani membuat khayal yang tinggi tentang memiliki kamu?"
"Saya menjadi gila karena dikuasai perasaan, berkali-kali saya berdoa,, jangan jadikan saya manusia yang sama seperti kemarin yang menjadi sepi dan seorang diri menunggu hal yang tidak mungkin bersentuhan atau bahkan terjadi"
"Saya lelah seorang diri, menjadi sepi dan membatu. Kenapa dunia ini berasa tak adil? Ketika kamu menyerakan seluruhnya milikmu hanya untuk satu hal, dan tetap tidak dapat kamu raih? Saya menjadi iri tak membabi buta, pada setiap hal yang bisa kamu sentuh setiap hari. Kepada setiap orang yang bisa melihatmu setiap waktu"
"Telalu tinggi, terlalu jauh.. terlalu sulit untuk digengam.."
Kamu memandang dengan wajah kasian, wajah kasiamu. Saya akan menjadi wanita berani luar biasa dalam sejarah untuk ini. Setidaknya ketika musim berganti dan tahun-tahun belalu ini semua hanya akan menjadi kisah dari masalalu. Saya akan sembuh dan akan baik-baik saja.
"Saya tidak datang untu mengemis cinta, tidak datang untuk minta dikasihani. Saya membenci kamu yang merengut seutuhnya hayi saya, namun saya tak ingin memintanya kembali. Harusnya saya berterimakasih kepada Tuhan, sehingga dia menciptakab kamu untuk menjadi rasa sakit dan manis dalam hidup saya.. yang biasa ini.."
"Saya mengatakan hal ini cuma dan hanya sekali, dan mungkin kamu akan jadi satu-satunya dengan sepenuh hati saya mendengar pengakuannya"
"Hey kamu! Yang berdiri di sana seperti orang tolol yang punya cinta palsu dengan semua perempuan kecuali saya, yang mempunyai segalanya yang bisa kamu berikan kepada semua perempuan kecuali saya, yang selalu mengencari perempuan-perempuan cantik dan saya yang tidak pernah ada dalam daftar itu!.."
Aku mengambil dafas dalam-dalam.. airmataku mulai tumpah, hangat dan perlahan..
"Saya punya penyakit aneh tentang kamu. Mungkin kepala saya ditumbuhi tumor sehingga hanya ada kamu disana, sehingga kamu tak pernah absen mengisi setiap detik yang saya punya. Kamu! Saya mencintai kamu tanpa syarat, bahkan ketika kamu brengsek, dan saya tetap berharap menjadi sesorang yang ada dalam list kamu.. saya"
"Tapi hebatnya saya, saya bersikap baik-baik saja. Beraikap seolah dunia saya cukup bahagia dan kamu tidak perlu jadi bagian dari itu, lama kelamaan saya terbiasa dengan rasa sakit, hingga saya menyadari jika kamu lebih dari sekedar pelangi saat hujan"
"Saya kehabisan waktu, saya terlambat. Saya tau. Tapi setidaknya sebelum kita hanya menjadi cerita anak-anak beranjak dewasa, sebelum semua keberanian saya terengut habis, seblum rasa malu menguasai diri saya. Setidaknya, saya ingin kamu tau.. betapa kamu pernah mengisi setiap ruang, betapa nama kamu selalu terukir indah di hati saya"
"Tidak! Jangan kasihani saya, saya cukup menjadi malu karena sikap ini. Jangan katakan apapun, terimakasih sudah pernah ada di dalam cerita kehidupan saya, hanya itu.."
Dia masih berdiri kaku, saya sudah selesai. Beban membatu yang selama ini saya pikul sudah berakhir. Sudah saya katakan dengan lantang, saya sebutkan dengan jelas. Ini cukup. Saya hanya perlu pergi, dan ini akan berakhir.
"Tunggu!" Katamu menghentikan langkahku
"Ayo kita coba!. Kita punya waktu seminggu sebelum aku ngambil kuliah s2 di luar. Aku ga ngerti dengan rasa semacam itu, dan terlebih lagi kamu. Tapi kamu orang pertama yang suka sama aku segitunya, aku ngerasa tersentuh buat yang pertama kalinya. Tapi aku ga bisa jamin akan ada rasa sama kamu, kita bisa mulai hari ini? Seminggu, jadi cinta sebelah tangan kamu ga sia-sia"
Saya tersenyum dengan manis
"dasar playboy gilak!" Kataku
Kamu tersentak dan bingung
"Kamu memang playboy, seminggu? Saya bilang, saya ga dateng buat ngemis cinta, buat ngemis jdi salah satu orang yang pernah kamu pacarin. Saya cuma mau ngaku, itu aja!" Jawab saya pelan
"Lalu..?" Katamu tak paham
"Bukan ini yang saya mau, saya tau kamu akan suka sama saya dan 'kita' ga akan berhasil. Saya ga minta ruang kosong itu diisi hanya karena ruang itu kosong, saya cuma mau orang yang seharusnya ngisi ruang itu tau bahwa, namanya pernah ada di sana. Itu cukup. Terimakasih dan selamat tinggal"
"Suatu saat, ketika kita ketemu lagi. Kamu akan jadi orang pertama dalam list saya. Saya janji, gimana?"
"Buat jadi mainan juga? Kayak yang lain? Enggak terimakasih"
"Nanti ketika waktu dan takdir nemunin kita lagi, kamu akan jadi orang pertama yang bukan mainan. Aku janji, kamu ngebuat aku ngerasain hal aneh di hatiku yang tinggal separoh ini. Mungkin aku ga punya kesempatan sekarang, nanti.. im promise"
Saya tersenyum lega. Saya menang, saya lakukan yang harus saya lakukan. Dan kisah ini berakhir manis. Setidaknya saya berani untuk mencintai seseorang yang hanya ada dalam dongeng cinderela.
Jumat, 07 November 2014
Selamat harimu, rindu..
Kututup rapat pintu itu, kujaga ketat rahasiaku, kuberikan temoat yang paling tersembunyi dan sudut di ujung sana, tak kubiarkan siapapun tau, tak kuinginkan bahkan diriku menyadari. Bahwa pada akhirnya aku menyimpan sebuah nama disana, terukir kokoh dan penuh kesembunyian.
Kujaga dia baik-baik, kuperhatikan setiap lakunya dalam diam, tak kuberitau semua orang bahwa namanya special dihatiku. Kumiliki dia dalam duniaku yang seorang diri, mimpi yang jauh dari nyata, aku yang tak punya nyali atas apa-apa.
Biadab kah jika seorang biasa mencintai sang putri? Biadabkah seorang biasa mencintai pangeran? Masalahnya adalah dunia tak pernah mengizinkan untuk hal itu, bahwa pangeran dan putri hanya akan mencari pangeran dan putri lain untuk membuat mereka lebih sempurna.
Aku malu mengakui, ketika cermin memantulkan cahayaku dan aku tak sebaik dari seper-sekian dari apa yang dia miliki. Kita hanya teman yang berlalu dan terikat hanya karena kita bertemu di pertemukan takdir. Namun kita tak dikaitkan untuk menjalin sebuah tali merah yang panjang.
Kupandangi kamu dengan hati-hati dari jauh, kulihat seluruhnya.. dengan seksama. Kusadari bahwa "kamu ada adalah ketidakmungkinan yang akan selalu aku semogakan". Sekokoh apapun pohon berdiri, tak bisa menjadikannya bunga yang cantik. Dan selamanya pengagum rahasia adalah rasa sakit yang berselimut bahagia semu dan kata aku baik-baik saja.
Hati tidak pernah bisa menghapus rasa, hati hanya membiarkan semua hilang seiringnya waktu.. berkurang, bukan menghikang seutuhnya. Pada saat yang tepat ketika hati bosan untuk menerima dan luka-luka sudah mengering, barulah hati mencari kisah yang baru.
Namun tak semua yang menjadi keinginanmu akan menjadi nyata..
Aku memulai rasa ini dengan seorang diri, namun tak ingin cepat-cepat ku akhiri hanya menjadi sebuah cerita yang habis dimakan zaman. Akan kupertahankan rasa egoku atas sakitku yang tersisa. Akan kupertahankan tempatmu disana, diam dan tak bergerak. Menjadi pedang dan luka, akan menjadi senyum sepi dan airmata diam. Akan kupertahankan sebagai obat untukku bangun dari tidur malamku. Akan kubiarkan jadi cerita lain dari cinta yang hanya sepihak milikku.
Selasa, 04 November 2014
Minggu, 02 November 2014
Sabtu, 01 November 2014
Jumat, 24 Oktober 2014
Aku bahagia, aku sangat bahagia..
Hari ini kamu cantik. Gaun putih pajang yang teruntai disepanjang jalan yang kamu lewati, bungga yang kamu genggam erat, dan senyum yang mengembang tidak hentinya itu. Kamu harus bahagia..
Ternyata, kita tidak mengikat janji bersama disini. Tenyata bukan aku yang mendampingi kamu disana, mengandeng tanganmu yang mungil. Ternyata janji tidak selamanya bisa ditepati. Tidak. Aku tidak menyesal, karen kamu tidak harus menunggu seseorang sepertiku lagi.
I hope he bought you flower, i hope hold your hand
give you all his hours then he have the chance
take you an every party and remember how much you love to
dance..
now my baby dancing, but she dancing with another man..
Ini hal terakhir yang bisa kuberikan cantik, suaraku di penghujung pestamu. Kita berjanji bahwa hari kemarin dan kemarin adalah masalalu dan esok kita akan berbeda dari hari ini. Kukira, aku akan butuh waktu yang lama untuk itu. Aku yang membuang kebahagiaanku, layaknya tak bernilai.
Kamu terdiam, memandangku dari tempatmu duduk dan selebihnya orang-orang yang tidak mengerti dan berdecak kagum dengan suaraku. Dia, tersenyum padaku. Penggantiku yang duduk di sampingmu.
Kembali ke dua tahun lalu..
"Maaf mas, ini" katamu sembari memberikan plester luka untukku.
"Saya ga pesen itu, kopi hitam" kataku menolak
"Bukan gitu mas, tangannya berdarah" menujuk kepada tanganku
Dan dari sana semua dimulai, ketika pertama kali kamu mulai memperhatikan luka goresan yang sedikit itu, hingga kamu mengobati setiap bagian dan luka di dalam diriku.
Kita menjadi dekat sejak hari itu. Kita berbagi rahasia, berbagi hoby, saling mengenalkan dunia kita masing-masing. Untuk pertama kalinya, aku bukan aku, aku menjadi kita. Kamu supel, hangat, penuh pengertian, kamu tempat yang tepat untuk tinggal dan bertahan dari segala hujan dan angin yang datang berhembus deras.
Dan aku mulai serakah memilikimu. Aku ingin seluruhnya, sepenuhnya, kita tidak harus berbagi. Segalanya harus menjadi milikku dan kamupun tidak bersedia di genggam erat tak bernafas, di batasi, tak diberi ruang gerak.
"Apa yang salah? Kenapa kamu kayak gini? Kita ga bisa berhenti sekarang!!" Teriakku waKtu itu.
"Saya bukan saya ketika bersama kamu. Kita hanya sebutan, yang ada hanyalah kamu dan hidup kamu. Saya menjadi orang asing yang bahkan hati kecil sayapun tidak kenal. Saya terjerumus jauh dan semakin jauh. Kamu biarkan saya sendirian terasing, kamu ikat saya kuat-kuat namun seakan saya udara yang membuat kamu bernafas".
"Saya masuk ke kehidupan kamu. Menjadi biasa dengan teman-teman elite kamu. Belajar kesetiaan, belajar menjadi profesional, belajar bekerja dan mendapatkan lebih banyak uang. Saya bahagia ketika belajar mengenai dunia yang baru saya ketahui, dengan gemerlap barang mewah, dengan pembicaraan bermakna, dengan orang-orang yang tidak biasa saja"
"Tapi.. lama kelamaan saya semakin seorang diri, semakin kesepian, semakin menjadi seseorang yang dulu sangat saya benci. saya lupa rasanya bahagia tanpa upah, tetawa dengan lepas, membicarakan hal-hal bodoh, berteman dengan seisi dunia, dan kamu membiarkan saya sendirian disana".
"Saya terus berfikir melakukan apa dan bagaimana, saya selalu takut menjadi ketinggalan jauh dibelakang, saya ingin diakui hingga membusungkan dada dan menjadi seperti orang yang berbeda adalah segalanya. Dan itu salah. Itu bukan saya"
"Saya lupa, bahwa saya hidup untuk sebuah kebahagiaan. Saya terlalu sibuk dengan menjadi sepadan dengan kamu yang memiliki segalanya yang sempurna"
"Mungkin bukan saya yang kamu cari, bukan saya yang tepat untuk kamu. Bukan saya yang bisa mengisi hari-hari kamu karena saya ga mampu menarik kamu untuk melihat atau bahkan menyentuh dunia saya. Yang sederhana, yang teduh, yang bahagia.."
"Biarkan saya menyerah. Saya ingin jadi saya yang dulu, yang masih penuh dengan kebahagiaan saya yang sederhan. Lepaskan sayaa.."
Lepaskan saya.. yang hingga saat ini masih terus tergiang di telingaku, dengan jelas. Dan bodohny saya dengan arogansi hanya berteriak marah dan membiarkan kamu pergi. Lalu menjadi hancur sesudahnya. Bodoh.
Saya naik jauh dan lebih jauh kepuncak. Memiliki dan meraih banyak hal, namun menuju puncak kamu tidak bisa mendaki berasama, seorang diri. Hingga aku semakin dan semakin menjadi sepi lalu kamu dan hanya nama kamu yang tak berhenti mengisi setiap mimpi di tidur malamku, setiap doa-doaku untuk kesempatan kedua. Hanya kamu. Dan tiba-tiba, sebuah undangan putih dan cantik dengan pita biru sampai kepada apartmenku. Kamu sudah benar-benar pergi.
Kembali ke pesta..
Riuh seisi ruangan memecah lamunanku. Tawa, obrolan, canda, semua orang tampak bahagia. Kamu berjalan menuju arahku, tersenyum dengan manis dengan kaki-kaki mungilmu, memberikan tanganmu untuk ku sambut. Dan kulakukan.
"Apakah kamu harus cantik hari ini?" Kataku sembari berdansa dengamu.
"Selamat datang ke pestaku.." katamu dengan senyum.
"Pria itu adalah saingan terberat dalam bisnisku, beraninya kamu!"
"Dia suamiku sekarang, baiklah padanya ya.."
"Apakah dia sebaik itu? Hingga harus dibela sekarang? Ayolah, aku pata hati sekarang, setidaknya katakan sesuatu yang mengiburku"
"Aku bahagia.. aku sangat bahagia"
"Itu cukup, selamat cantik" kataku dengan hati lega,
"Temukan kebagiaanmu sendiri dan jangan biarkan dia sendirian ya.."
Dan malam itu, adalah akhirnya.
Entah esok atau hari ini, atau kapan hari itu tiba.. aku juga akan bahagia seperti kamu..
Rabu, 24 September 2014
Tak berhasil, tak membaik
Jika lelah, katakan lelah
Jika sepi, katakan sepi
Jika hitam dan putih, katakan ragu
Jangan menutupi,
Jangan diam,
Jangan pura-pura menjadi baik..
Pada penghujung rasa dan di ujung jalan, kamu akan jatuh tersungkur. Mendekap resah dan lelah seorang diri.
Pada akhirnya, kamu akan kalah.
Oleh rasa sepi, oleh rasa sakit, oleh bayang-bayang kosong yang tak kamu kenal.
Pada akhirnya, kamu akan bertanya dalam hati.
Apa yang salah? Apa yang kurang? Lalu apa itu bahagia..?
Kenapa sunyi? Ada apa dengan sepi? Kenapa mereka?
Aku membiarkan hatiku hanyut, kubiarkan rasaku menjauh, kulalui selayaknya arus itu dan aku tetap berhenti pada tempat yang sama.
Aku diam dalam diam, aku sunyi menjadi sepi, aku tertawa menjadi batu. Aku tak lgi bernyawa dan seakan mati.
Katamu diam! Dan aku diam
Katamu berhenti! Dan aku tak memulai
Aku bertahan sekuat tenaga, aku mencoba menjadi bahagia..
Lalu apa yang kucari? Apa yang salah? Hingga sekujur tubuh dan hati,
Mati rasa..
Kapan kamu datang? Kapan seseorang menolong? Kapan bahagia menjadi suatu keharusan? Kapan rasa sepi yang membatu ini lenyap?
Kucoba segala cara,
Kukatakan iya, lakukan, teruskan, baik-baik saja, segalanya..
Dan aku menjadi baik dengan paksaan,
Dan aku baik-baik saja dengan ajaib,
Lalu ketika hatiku tak tahan dan mengaum sakit, kusadari bahwa aku hanya berpura-pura.
Berpura-pura menjadi baik-baik saja, berpura-pura bahagia..
Kapan jenuhku hilang? Kapan hatiku terisi penuh? Kapan aku tak merasa begitu sepi seperti ini?
Kapann?
"Larilah!" kata hatiku, "lakukan yang kau mau!" Lanjutnya..
Tapi apa?
Apa yang yang kuinginkan? Apa tujuanku? Kemana arahku?
Apakah jiwaku tak sehat? Apakah harus kuteriakan yang bukan dalam diam? Apa yang terjadi pada hariku?
Kenapa bahkan tak ada suara dan jawaban..
Kamis, 28 Agustus 2014
Pertama
Aku percaya bahwa kita dipertemukan oleh Allah dengan cinta, dilengkapi dengan kata bahagia dan diperindah dengan takdir.
Yang kukira dan sampai hari ini kuterawakan tak henti-hentinya dalam hatiku adalah bahwa aku orang bodoh yang tak sebahagia itu.
Aku berdoa kepadaNya bagi seseorang yang akan datang dan mengetuk pintu hatiku lalu bersedia tinggal, berulang kali. Dan Allah adalah maha dari segala maha untuk itu.
Menghadirkan sesuatu yang amat luarbiasa untukku, secangkir pennuh kebahagiaan yang sudah datang mengetuk pintu hatiku dan bersedia tinggal untuk waktu yang lama.
Namun aku menjadi takut, menjadi khawatir, merasa bahwa ia akan merengut segalnya. Sepi yang selama ini ingin ku usir jauh, kenyamanan dan kebebasanku seorang diri, dan diriku.
Aku terbebani dengan cintanya, yang utuh, yang segalanya, yang ia berikan seutuhnya padaku. Aku takut memegang erat sesuatu yang tak kukenal baik, mendekap sesuatu dan mungkin akan membuatku kehilangan yang lain, aku takut memulai hal yang tak pernH terjadi sebelumnya. Ia terlalu baru, hingga aku tak berhenti berfikir.
Haruskah dia, bagaimanakah, apakah. Kukira cinta tak semudah itu, yang kumengerti dan menjadi hal baru adalah bahwa cinta terkadang membuatmu merasa terbebani. Ketika ia melakukan segalanya, memberikan seutuhnya, dan menjaga sebaik-baiknya dan dirimu tak sebaik itu untuk selalu pada garisnya.
Aku menjadi khawatir dan takut seorang diri. Apakah dia akab baik-baik saja, apakah aku akan terluka, selalu penuh dengan pertanyaan yang kutanyakan berulang kali kepada hati kecilku.
Aku takut dia mengikatku dan tak lagi membiarkanku terbang kemanapun ku mau, aku takut dia akan menjadi sangat penting bagiju hingga aku tak bisa bernafas tanpanya, aku takut ketika semua dan segalanya telah kuberikan aku menjadi hancur, terluka dan kecewa. Aku hanya takut,
Hambamu yang si bodoh ini sangat bahagia Tuhan, lebih dari apaoun itu.. teruslah lindungi hamba. Jangan biarkan langkah hamba menjadi salah.
Jika hal ini adalah benar, maka biarkanlah menjadi indah dan mengalir sedikit demi sedikit dan mengisi dengan sendirinya..
Jika hal ini adalah salah, maka biarkanlah menjauh dan terbang hilang perlahan dan perlahan namun tetap meninggalkan bekas yang cantik.
Lalu pertemukanlah dengan hal yang indah dan benar itu dariMu..
Semu
Sebagai seorang yang tak punya impian,
Tak punya tujuan,
Tak punya rasa, seperti aku..
Masih layak kah untuk sebuah mimpi?
Ketika rasa kecewa dan sakit sudah mendarah daging,
Ketika menunggu tak lagi tehitung waktu,
Ketika rasa tak lagi jadi rasa,
Hanya hilang.. dan berhembus pergi..
Sebagai seseorang yang telah mati namun bernafas,
Masih layakah untuk kata bahagia?
Untuk secercah cahaya?
Untuk sepercik harapan?
Bahkan ia tak lagi berasa, tidak lagi peduli
Ahh.. sudalah..
Baiklah lakukan,
Terserahlah..
Iya kah?..
Haruskah aku peduli?
Untuk seseorang yang bahkan tak mengerti cara menjadi bahagia,
Layakkah untuk bertahan?
Layakah untuk sebuah kesempatan?
Layakkah untuk perubahan?
Bahkan ia sudah membatu,
Bahkan ia berenti merasa,
Ia menyerah untuk mengejar,
Mungkin lebih baik diam dan meyaksikan,
Mungkin lebih baik duduk di pinggir dan berharap kecipratan,
Mungkin lebih baik tak harus mengulangi rasa sakit yang sama,
Untuk seseorang yang menyerah dengan meronta dan menjerit meminta perhatian,
Masih layakkah menunggu untuk kasih sayang?
Yang wajar,
Yang seharusnya,
Yang sama,
Yang dialami semua orang,
Dan ia tidak..
Dia menjalani, dia hanya berjalan maju namun ia tidak menuju
Dia hanya bertahan, sekuat tenaga
Dia hanya mencoba untuk diam, untuk baik-baik saja, untuk bersikap biasa
Dia hanya mencoba menjadi normal, hanya mencoba menjadi bahagia,
Jika lelah datang maka ia akan beristirahat,
jika sakit datang maka ia akan menahan,
jika iri datang maka ia akan berdoa, nanti ada waktu untuk semua itu
Jika ia seorang diri, maka dia akan bercerita.. seorang diri, berteman sepi,
Sebagai seseorang yang hanya menangis hingga jatuh tertidur, layakkah untuk bahagia..? Sama seperti setiap orang yang merasakanya..?
Hitam putih
Manusia itu konyol, Berbuat kesalahan yang berulang kali namun tetap berharap dimaafkan. Manusia itu egois, ingin didengarkan, ingin diperhatikan, ingin segala keinginannya dipenuhi namun tak mau berusaha keras.
Kami takut kehilangan namun meletakkan harta berharga disembarang tempat. Membiarkan perhatian mengambang terbang dan jauh hilang tapi merintih untuk ditemani. Kami takut menjadi sendiri, namun mendorong pergi orang-orang yang dianggap tak terlihat dan remeh.
Kami membagi pandangan kepada seseorang dengan fikiran jahat, kotor dan kejih namun tak ingin diperlakukan tak adil dan menjerit untuk kesetaraan. Kami mendekat untuk meminta belas kasih, namun meninggalkan ketika merasa hidup cukup bahagia.
Kami berbohong dengan alasan bahwa itu hanya akan terjadi sekali, namun era mendorongmu melakukannya terus-menerus dengan alasan "ohh.. semua orang melakukan ini" . Kami mencari obat atas rasa sakit, dan lupa akan rasa sakit ketika sembuh lalu kembali terluka.
Duniawi adalah hal-hal membangakan bagi kami, penampilan, harta, kedudukan seakan kau akan menginjakkan kaki di surga jika memiliki segala itu. Kebanggaan, ketika posisi dan segalanya diraih dengan mudah, lalu malu, tersingkir dan lesu ketika jatuh.
Kami saling menyakiti dan bertanya kepada yang lain kenapa seseorang lain menyakiti seakan itu adalah hal biasa. Kami munafik, kebaikan adalah topeng tercantik yang bertahta emas berlian didepannya namun semua orang tau dan mereka tetap percaya.
Kami berlaga sok pintar, paling benar, segala tau, dan berpura-pura bahagia. Demi menunjukan pada pesandiwara lain bahwa "heiii!! Hidupku sempurna, bahagia.. irikah kamu?" Dan yang lain akan menjadi sipeniru.
Manusia terus melakukan kesalahan, terus menyakiti, terus mengabaikan dan terus meronta seakan dia paling tersakiti dan terluka. Namun mereka tetap tersenyum, namun mentari selalu bersinar setiap pagi, terik dan panas tak jadi alasan untuk pergi berjuang melewati hari dan batas kemampuan. Namun mereka selalu mencoba, selalu mencari kata "bahagia" selalu ingin menemukan sesuatu tentang "cinta".
Mereka sakit, mereka luka, mereka hancur, mereka menjadi debu namun hari esok tetap akan ada hingga mereka tak berhenti untuk berjuang, tak berhenti untuk bernafas, tak berhenti untuk berdoa untuk percaya.. bahwa Tuhan itu ada, bahwa hidup itu adil, bahwa selama kita terus berjuang dan tak lelah berdiri kokoh, bahagia akan datang tanpa di jemput paksa atau dirampas dari orang lain. Kebahagiaan akan menyapa dan tinggal dengan segala kenikmatannya, bahwa bahagia akan menjadikanmu layak untuk itu.
Ikatan, sebatas itu saja
Aku menghabiskan waktuku untuk membayangkan bahagianya menjadi ini dan itu, menjadi sempurna. Kata orang bahwa untuk menjadikanmu sempurna hal pertama yang kau harus lakukan adalah bahagia atas apapun milikmu dan tak kulakukan.
Aku tak ingin menjadi iri, telebih lagi ketika sesorang tampak bahagia dengan rasa sakit dan penyesalannya. Kenapa? Bagaimana? Mereka tampak menikmati menjadi seorang diri, menjadi terluka. Aku seperti ikan yang hampir mati karena kekurangan air yang pada kenyataannya dipenuhi dengan air. Kenapa? Bagaimana bisa?
Apakah bahagia menjadi dirimu? Melakukan kehendakmu, bahagia seorang diri, bebas seorang diri, menjadi apapun yang kau mau? Tidakkah kau berfikir untuk membahagiakan? Jika kau berhenti sejenak, hanya sejenak berfikirlah untuk sesuatu yang berbeda. Menjadi lebih dekat misalnya, berbagi bahagia misalnya, atau kasih sayang maka akan lebih baik.
Kau menjadi hebat seorang diri, kau menikmati dunia seorang diri, dan kau bahkan tidak peduli ketika semua menjerit akan sakit disekitarmu. Aku tidak mengaharapkan impian palsu, seperti mencintai dan kasih sayang yang lebih, namun dalam doaku kau selalu ambil bagian.. semoga dia bahagia, semoga aku juga bisa membuatnya bahagia, sesuatu seperti itu.
Hanya sesekali, bersikaplah manis. Berfikir membahagiakan, memberi, membagi bebasmu, membagi duniamu, perkenalkan aku pada duniamu hingga tak harus kau seorang diri yang bahagia. Hingga aku tak harus berteman seorang diri. Apakah kita adalah kita? Kurasa hanya ada kau.
Jika itu baik untukku, maka aku akan berdoa bahwa kau juga akan merasakannya. Jika itu bahagia buatku, maka aku berusaha dengan sangat suatu saat bisa membaginya. Dan kenapa kau tidak? Kenapa kau berbeda?
Jangan melakukan kesalahan, jangan jatuh, jangan menjadi terluka, jangan hancur berkeping-keping seperti orang lain, jangan sakit. Jika itu terjadi, maka segalanya akan musnah. Hatiku, harapku, percaya, segalanya. Lalu jangan dilakukan.
Kenapa kau bahkan tak bersuara, tak bernada? Hening seorang diri, dan selalu seorang diri. Harusnya kita berbagi, harusnya kita menjadi dekat, seperti yang lain atau seperti yang kau lakukan kepada orang lain. Kenapa denganku berbeda? Aku tak mengenal, bahkan kau tak mengajari hingga aku masih tetap di sini. Sini yang ini.
Alangkah baiknya jika aku bukan aku, jika kau bukan kau. Jika tidak ditakdirkan untuk disini, jika aku tak merasa begitu sepi. Tapi itu tidak terjadi, tapi kau disini dan aku juga begitu, setidaknya bukankah kita bisa berusaha membangun sesuatu seperti kasih sayang.
Harapan yang selalu mengambang dan hilang di udara itu, perlahan hanya hilang terbawa angin. Semakin jauh dan semakin lama, aku hanya menyadari satu hal. Aku tak diciptakan untuk mencerima rasa itu darimu, dari tempat ini.. hingga aku menyerah daripadanya. Dewi lestari berkata "aku percaya bahwa, manusia tercipta memang dirancang untuk terluka".
Aku hanya bisa menatap punggungmu ketika kau pergi,
Berharap kau bahagia dan cepat kembali..
Kita hanya memiliki ikatan, sebatas itu saja.
Rabu, 23 Juli 2014
Rabu, 16 Juli 2014
Cinta bodoh II
Aku selalu penasaran dengan gadis ini. Seorang perempuan yang selalu sibuk dengan dunianya, seorang teman dekatnya pernah berkata padaku "jangan berharap hatinya terbuka, kamu gak mempan!" Dan itu menjadi alasanku untuk mencoba dan ingin tau lebih banyak.
Aku mendatangi kursinya, dia sibuk dengan tugasnya. Haha ayolah bahkan dia hanya mencontek, kenapa harus serius begitu? Aku memutar otakku, berfikir alasan apa yang akan kukatakan ketika berada tepat didepannya dan penyataan bodoh keluar begitu saja penanda akalku mulai lumpu dan buntu. "Ada pena lebih? Boleh aku pinjam?" Bahkan aku mengengam sebuah pena saat itu, iya.. aku mulai gila.
Wajahnya yang kecil, dan matanya yang coklat membuatku seketika membatu dan kehilangan dayaku. Dia sederhana dan telihat sangat teduh, seperti seorang ibu. Ketika kukatakan hal bodoh itu, dia terdiam kaget dan tak lama "cuma satu!" Katanya dengan wajah yang polos. Manis sekali.
Beberapa minggu kemudian wali kelasku memangiku ke kelasnya, harus ada perbaikan denah tempat duduk kata buk ros dan memintaku melakukannya. Bisa dibayangkan yang kulakukan? Kutempatkan dia tepat disebelahku, karena kami adalah orang asing yang baru mengenal kubiarkan sahabatnya duduk tepat didepannya sebagai hadiah yang membuatnya nyaman.
Dia kaget, ketika buk ros membacakan denah dan dia pindah di sebelahku. Wajahnya yang polos masih malu-malu, "tenang saja" pikirku dalam hati, tak lama lagi kita akan dekat. Kamu akan merasa amat nyaman disini, dan aku bisa mengenalmu lebih dalam.
Hari-hari berlalu. Dia membuka hatinya sedikit demi sedikit untukku. Memberi tau bahwa ia suka diperhatikan, bahwa ia benci ditinggalkan, bahwa ia gadis manja yang tidak suka dibandingkan. Dan aku tak akan kalah! Aku akan menjadi tuan muda egois. Kami selalu bertengkar, hal-hal yang paling kecil hingga sesuatu yang tidak penting, kami tak pernah bicara dengan nada yang biasa. Namun, aku tak pernah sabar menunggu hari esok datang, dan esoknya lagi datang. Tak sabar melihat wajahnya yang mungil, tak sabar mendengar ocehannya dengan volume yang tak bisa lebih keras, tak sabar bertengkar dan membuat wajahnya cemberut ngambek. Itu menyenangkan untukku, dia manis sekali.
Dia akan selalu duduk disana, membaca buku yang entah apa dengan keseriusan 100%. Sesekali dia akan melihat kearahku dan teman-temanku, lalu aku akan pura-pura tidak menyadarinya dan ketika pandangannya kembali tertuju pada buku itu, aku akan dengan detail memperhatikannya. Rambutnya yang ia biarkan tergerai, bibirnya yang tipis, kulitnya yang putih salju, sikapnya yang seperti anak berumur lima tahun, lucu. Hari ini dia mengenakan sepatu warna merah, aku akan menunggu saat guru piket melihat sepatu itu lalu menyitanya hingga pulang sekolah dan dia akan mondar mandir dengan kaki telanjang, kakinya sangat halus dan putih. Yang paling kusukai adalah ketika mulut kecilnya mengomel tak jelas ketika itu terjadi, dia semakin menjerat seluruh hatiku. Aku sangat menyukainya.
Kupandangi bibirnya yang berwarna pink dan tipis ketika dia mulai menceritakan sesuatu padaku, seperti anak berumur lima tahun yang bercerita mengenai mainan favoritnya, tepat seperti itu. Bisa kau bayangkan? Aku selalu menikmati saat-saat ini. Dalam hati aku berdoa, jangan cepat berakhir saat seperti ini, cepatlah datang hari esok, kamu harus masuk sekolah setiap hari dan.. jangan merasa sedih karenaku.
Aku punya sedikit masalah dengan keluargaku, ketika kusadari dia bertanya "ada yang salah? Mau cerita? Aku pendengar yang baik" dengan wajahnya yang bulat munggil. Aku mulai membagi duniaku, dia memang pendengar yang baik. Aku semakin membutuhkannya, semakin tak ingin dia jauh dariku tapi rasa gengsiku tak pernah mau mengakui sesuatu. Aku mencintainya.
Aku tak akan menyatakan apapun, aku tak mau mengalah dan menyerah, aku ingin dia bersikap seperti dia membutuhkanku. Aku ingin dia yang datang padaku dan meminta hatiku, karena aku special. Kuceritakan tentang mona, pacarku yang pertama yang kupacari hanya karena mona cantik. Dia tersenyum dan terlihat asik mendengar ceritaku, bahkan dia mungkin tak menyukaiku. Kuperlihatkan dia pada manda, perempuan populer di sekolah yang menjadi impian setiap laki-laki dan kudapatkan dengan mudah. Dia hanya merengut sesaat lalu mengatakan "berhenti main-main mereka benar-benar menyukaimu" dan hatiku kecewa. Kuperkenalkan dia pada ranti, gadis baik-baik yang cukup kusukai. Ranti terkenal dikalangan guru, seorang ketua osis yang baik, dan teman yang ramah. Dia terlihat bahagia dan mengucapkan selamat padaku "setelah gonta ganti, akhirnya ketemu juga yang pas! Jangan dilepasin kalo nyaman ntar nyesel". Katanya saat itu.
Aku kehabisan akal. Kami jadi lebih sering bertengkar, dan ini tidak lagi manis. Entah mengapa aku benci dia seperti itu padaku, aku ingin menghukumnya karena membiarkan aku bahagia dengan gadis lain. Dia menukar tempat duduknya pada orang lain, di duduk di samping sahabatnya dan meninggalakan aku. Aku lebih murka "siapa dia! Aku punya segalanya, pergi sana ga penting!" Amarahku dalam hati.
Ketika berhari-hari sudah dia tak duduk di sampingku, aku merasa gila. Ingin kutarik lengannya ketika berjalan melaluiku dan berkata betapa aku sakit menunggu seperti ini. Aku tak ingin ditolak dan menjadi malu ketika kukatakan aku menyukainya karena kukira dia tidak memerlukanku. Lebih dari itu, dia hanya gadis yang sangat biasa, tidak populer, tidak dikenal, tidak menonjol dan dia tidak secantik mantan-mantanku. Aku akan malu pada teman-temanku, akan malu pada banyak pasang mata yang menatapku aneh. Namun dia kusukai lebih dari segalanya, lebih dari mantan-mantanku, lebih dari teman-teman dan sahabatku. Aku sangat menyukainya.
Karena terkadang ego mengendalikamu dan membuatmu kehilangan banyak maka seperti itulah manusia yang tak pernah berhenti membuat kesalahan. Kami tak lagi saling bertegur sapa, kita asing. Ketika teman-temanku membicarakan dia yang membuatku menjadi lebih pendiam, mereka mencoba membuatku tersenyum dan sedikit bersemangat. Kukatakan dengan biasa yang membuatku amat perih "lumayan buat temen curhat, sekalian amunisi buat tugas". Aku tak bermaksud begitu, kami hanya bergurau dan kukira itu melewati batas.
Ketika kusadari, dia berdiri di depan kelas ketika kami berbicara. Mendengarkan. Tak pernah kulupakan ekspresinya saat itu, kukira aku sudah menyakiti seseorang yang sangat ku sanyangi dengan sangat dalam. Aku berjalan keluar hendak mengatakan sesuatu, seperti "maaf", "cuma bercanda" atau "heii!! Jangan serius amet ah!" Namun aku membatu. Dia tersenyum dengan sangat manis dan ramah, dan seketika kusadari bahwa aku akan kehilangan besar.
Sesuatu yang paling kumengerti darinya adalah dia tidak melepaskan sesuatu dengan amarah atau kebencian, dia akan tersenyum dengan sangat baik membiarkan hal itu pergi dengan sendirinya. Dia tidak memenangkan pertarungan dengan bertarung tapi membiarkan lawan menjadi tesudut dengan sikapnya yang biasa dan kalah dengan sendirinya. Dia berbeda.
Saat kulihat senyum itu maka aku sudah habis, sudah hancur. Aku tak bermakna apapun lagi dimatanya. Dia adalah seorang yang berhati lembut, tetapi bukan seorang pemaaf yang baik. Dan itu berarti, dia sudah membuangmu jauh dari kehidupannya ketika kesalahan yang tak termaafkan itu kau buat.
Semua sudah berlalu, hari ini adalah malam perpisahan kelulusan kami. Dia sangat cantik malam ini dengan gaun merah muda itu, tersenyum dengan sangat ramah kepada setiap orang. Apakah dia bahagia? Aku harap begitu, aku hanya ingin dia bahagia.
Dia berjalan menuju ke arahku, dan sekarang telat dihadapanku. Tangannya yang mungil mengambang di udara, menungguku menyambut. Kami hanya bersalaman, dia tersenyum lagi dengan manis. Untuk mengakhiri kisah ini. Kudengar dia akan pindah keluar negri karena promosi pekerjaan ayahnya. Kami mungkin tak akan bertemu lagi.
Aku masih punya sedikit waktu, aku menuju kelas kami. Tempat dimana kisah ini pertama kali dimulai. Duduk di bangkuku dan membayangkan dia yang sedang mengomel disampingku. Kutuliskan sesuatu di bangkunya, biarkan dia tetap berada di situ dan menjadi tempat yang selamanya special di hatiku. "Cinta pertamaku, teta..".
Semoga kita bertemu lagi,
Cintaku yang tak berani kucintai..
Senin, 14 Juli 2014
Cinta bodoh
Hari ini hari kelulusan kami. Aku masih memandangi punggungnya dari jauh, melihat dia yang sibuk dengan bercerita tidak jelas dengan teman-teman satu genknya. Diam-diam aku berdoa dalam hati, hari ini akan jadi kali terakhir aku menunggu dan memandang dengan cara ini. Kamu akan kubiarkan pergi sejauh kakimu sanggup melangkah dan hidup dengan baik..
Hari ini akan jadi hari terakhir aku mengenang betapa manisnya kamu menyapa dan unik rasa sakit yang kamu selalu tabur. Dalam diamku, dalam sunyiku, dalam rahasia hatiku yang paling dalam. Bagaiman aku diam-diam bahagia disampingmu, bagaimana diam-diam airmataku jatuh karena sikapmu, bagaimana diam-diam aku menjadi bodoh jika ber-urusan dengan kamu dan hatiku.
Cinta bodoh yang mengenalkanku dengan rasa benci akan cinta, untuk yang pertama kalinya. Yang kuingat dalam memoriku, hanya bahwa kamu seseorang yang berisik dan berada dikelasku. Tanpa sering kuperhatikan, tanpa pernah benar-benar kusadari kehadiranmu sampai saat hari itu. Ketika tidak sengaja aku menjadi jatuh dan bodoh untuk pertama kalinya.
Ketika dengan tidak sengaja Tuhan memperlihatkan dirimu secara jelas dan sederhana di hadapanku, kamu hanya datang dan berkata sesuatu seperti "ada pena lebih? Aku boleh pinjem?" Dan aku jatuh karena sosokmu yang luar biasa menarik saat itu. Itu adalah saat dimana aku berfikir bahwa dunia baru akan segera aku datangi menggantikan duniaku yang sunyi, aku akan memiliki sesuatu yang membuatku menunggu.
Tak butuh berapa lama kami menjadi semakin dekat, sepertinya Tuhan mendukungku untuk sebuah kisah sederhana ini. Tiba-tiba dia berpindah duduk disebelahku, tiba-tiba kami menjadi akrab melalui pertengkaran, tiba-tiba aku merasa hari-hariku menjadi manis. Aku yang pemarah dan dia yang tak pernah peduli, aku yang manja dan dia yang egois. Kami tak pernah cocok untuk apapun dan segalanya akan selalu di akhiri dengan pertengkaran. Namun kami akan selalu bertemu setiap hari, namun dia tidak pernah absen meminta pendapatku, namun dia tidak pernah lari atau pindah untuk duduk dengan seseorang lain yang lebih tenang.
Ketika kufikir semua akan baik-baik saja dan hatiku selalu tersenyum malu dan berkata cukup. Ternyata tidak, hatiku mulai serakah dan meminta lebih, lebih dari sekedar sebutan "teman terbaik" atau "sahabat" baginya. Aku ingin dianggap lebih, ingin menjadi lebih berarti, lebih dari itu. Aku ingin dia membutuhkanku, aku ingin dia menghargaiku, aku ingin dia jatuh hati padaku dan itu tidak terjadi.
Dia bukan seseorang biasa sepertiku. Perawakanya yang tegap, wajahnya yang tampan, kulitnya yang indah, dan pergaulannya membuat sebuah garis perbedaan besar antara dia dan aku. Kami mungkin dekat tetapi dunia kami berbeda, antara dia dan aku selaku ada dinding pemisah yang kokoh berdiri. Aku seorang gadis seserhana yang tidak cantik, tidak kaya, dan dengan pergaulan yang biasa saja.
Aku mulai mencari cara mempertahankannya disisiku diam-diam, membuat dia tetap tinggal di sampingku. Aku menjadi pendengar yang baik untuk setiap masalahnya, aku menjadi konsultan cinta untuk setiap perempuan yang ia kencani, aku selalu berada di sisinya. Tanpa menyadari, hatiku yang sedikit demi sedikit luka dan menjadi perih.
Dia menceritakan gadis-gadis yang menarik perhatiannya dengan antusias, dia menjadi sedih atas segala masalah yang menimpa keluarganya, dan aku di sisinya menjadi obat penenang dan pembuat tawa dan senyumnya kembali. Aku. Kukira semua akan baik-baik saja, selama aku bertahan menjadi seorang bodoh yang dengan sekuat tenaga membantunya dan mempertahankan dia disisiku maka aku akan tetap menjadi bahagia. Itu bohong.
Aku menangis ketika dia mengacuhkanku dan lebih memilih bergaul, dengan teman-temanya yang hebat, aku terluka ketika dia memperlakukanku dengan semena-mena seakan aku tak merasa sakit, aku marah ketika dia bercerita tentang pacar pertama, kedua, ketiga atau apapun itu yang dia miliki. Namun aku berpura-pura menjadi baik, menjadi bahagia bisa menolongnya, bisa membuat ia bahagia dan melukaiku, dan terlihat seperti tak membutuhkannya.
Hingga aku sampai dititik, dimana aku merasa jenuh dengan rasa sakit. Berfikir untuk melepaskan dan merelakan apa yang tak bisa aku miliki atau menjadi milikku. Walau aku berusaha sekuat tenagaku, dia tidak akan menoleh atau melihatku ada. Aku menyerah.
Aku tak lagi terus menjadi pahlawannya, aku bertukar posisi tempat duduk dengan seseorang yang bisa lebih membuatku nyaman, aku tak lagi menjadi pendengar yang baik, kami tak lagi berengkar dan banyak bicara. Aku mengatur jarak dengan perlahan dan mencoba agar tak ketahuan.
Namun hati, selalu punya aturannya sendiri.. aku tak bisa mengacuhkannya lebih dari itu. Hatiku bertarung dengan akal sehatku hingga aku menjadi orang aneh yang tak lagi membuatnya nyaman. Aku menjadi sangat pemarah dan agresif padanya, hingga dia semakin dan semakin jauh dari jarak gappaiku. Kusadari satu hal lain, aku memaksakan sesuatu yang tak bisa kuraih hingga aku kehilangan. Aku bukan lagi pahlawan favoritnya.
Kami menjadi orang asing. Saling diam seribu bahasa, saling menyimpan rahasia, saling tak menyapa, saling tak berkata apa-apa. Aku membuat pernyataan kecil yang rencananya akan kuberikan setidaknya di hari-hari terakhir masa sekolah kami, setidaknya dia harus tau dan aku tak pernah menyesal untuk apapun. Tiga tahun kami menjadi sahabat baik, selama tiga bulan terakhir musnah seakan tidak pernah ada tiga tahun kemarin.
Tetapi sesuatu mengubah niatku. Ketika aku tak sengaja berjalan melewati segerombolan temannya dan dia yang asik membicarakan sesuatu dan membuatku berhenti ketika kudengar namaku ada didalamnya.
"Dia itu lucu, mau di bandingin dengan kara jauh banget kali bedanya. Kok loe tahan lama-lama deket sama dia?" Teman 1.
"Cantik enggak, pinter banget juga enggak, bentuknya aneh.. liat dong penampilannya, ga ada temen yang laen apa?" Teman 2.
"Dia beda kelasnya sama kita, udahan sono maen2 sama tu anak. Kesian di php'n!" Teman 3.
Aku menahan airmataku dibalik dinding, mendengar pernyataan seperti menusuk hatiku dengan ribuan pisau. Aku berdo dalam hati, tolong jangan kamu katakan apapun. Namun kamu menanggapi dengan nada yang biasa dan mudah.
"Lumayan.. buat temen curhat sekalian amunisi buat tugas!". Katamu dengan mudah. Dan aku hancur.
Cintamu tidak akan cukup untuk seseorang menjadi bahagia dengan perbedaan yang jelas, mereka tidak hanya bahagia dengan cintamu namun kesetaraan dan kelayakan. Aku mengerti tentang permainan dunia, karenamu.
Aku masih diam dan terpanah disana, menahan airmata sekuat tenaga ketika tiba-tiba kamu dan rombonganmu yang hebat berdiri di hadapanku dan memandangiku kaget. Aku akan kalah dan hancur berkeping-keping jika menangis atau marah dihadapan kamu dan mereka saat itu. Aku tersenyum, dengan manis dan ramah. Mereka semua memandangku aneh, dan kamu memadang dengan rasa bersalah yang kotor. Aku hanya belalu dengan kuat. Aku tidak diabaikan, aku tidak ditinggalkan. Aku yang melepaskanmu pergi, aku yang mengabaikanmu dan membuangmu jauh. Kita bukan apa-apa.
Akhir dari masa-masa SMA ini tidak ditutup dengan tawa tapi luka. Aku menguburmu dalam-dalam disana disudut gelap yang tak ingin aku ingat dan aku anggap pernah ada. Sejak hari itu, kita tak pernah lagi saling memandang bahkan kamu tidak pernah mengucapkan kata maaf sekalipun.
Hari ini, adalah hari kelulusan. Aku akan berdandan dengan baik merayakan perpisahan kita, memandang punggungmu untuk yang terakhir, mendengar suaramu yang secara tidak langsung masih menyakitiku untuk yang terakhir dan tersenyum dengan ramah untuk yang terakhir kalinya dihadapamu. Ku katakan, jika aku menjadi marah dan benci dengan jelas maka aku akan kalah, maka yang kulakukan adalah tersenyum dan bersikap ramah seperti tidak pernah ada sesuatu apapun yang terjadi lalu aku akan menang.
Aku masih memegang erat surat itu sampai hari ini, pernyataan. Aku pergi ke perpustakaan dan menyelipkannya pada novel favoritku. Biarkan ia hilang, dan hanya berlalu layaknya waktu berganti. Termakan angin dan terkikis waktu menjadi hanya masalalu.
Selamat tinggal milikku yang tak bisa kumiliki...