Kamis, 15 Oktober 2015

Senyum yang lebar

Hallo! Apakah kamu mampir lagi? Ngilu, perih, lara? Kali ini apa episodenya? Apa temanya?

Aku mengerti cara kerja rolercoster. Hal terbaik pertama yang kumengerti. Berteriak menikmati histeria atau takut dikejar rasa ngilu dan ngeri.

Lucu, kuakui bahwa mungkin otakku tak bergulir dengan baik, hingga tak satupun fikiran jernih terlintas, hingga melulu aku merasa lelah dan lagi-lagi prasangka.

Mereka tidak mengerti, mereka tidak tau, mereka tidak merasa, mereka bukan dirimu, hidup mereka luar biasa.

Tersenyumlah yang lebar, yang bahagia, yang indah, sembunyikan perih, tahan dulu lara, kamu harus menang! Jawab dengan santai, katakan juga dengan caranya tersenyum dengan lebar, sampai mampus! Sampai puas.

Hmmmm... tidak adil.

Selasa, 13 Oktober 2015

Berjalan menuju akhir


Sebenarnya, apa yang sedang kami lakukan? Sejujurnya, kenapa dengan perjalanan ini? Jika semua pertanyaan tidak selalu butuh jawaban, lalu kenapa jawaban menjadi lebih berarti untuk melengkapi segala yang telah terhenti secara tidak wajar.

Sudah kulakukan, kuikuti arah angin berhembus, kubiarkan air mengalir lambat, dan aku hanya ikut hanyut di-dalamnya. Memaafkan, melupakan, lalu mari kita hidup dengan kehendak Ilahi. Namun, aku hanya manusia biasa. Tidakkah selalu menjadi salah dan salah adalah lagi-lagi berujung membenci? Tidakkah diam dan diam adalah lagi-lagi mengoyak hati dan meninggalkan bekas? Lalu kenapa..?

Apakah tuturmu begitu berharga? Apakah hatimu begitu rapat terkunci? Hanya untuk sekedar bercerita dan berkata “aku lelah”, atau “aku sedang ada masalah”, apapun itu. Dengan siapa engkau hidup wahai sesorang yang ditubuhnya juga mengalir darahku? Dunia apa yang sedang kau tapakki? Hingga bahkan kami tak bisa menyentuh atau hanya sekedar mengintip apa yang kaulakukan atau perbuat? Apa tujuaanmu?. Apakah engkau sendang merancang sedikit demi sedikit masa depanmu dengan indah? Apakah engkau sedang merajut satu demi satu harpan untuk nanti? Atau kau hanya menghancurkan dirimu sedikit demi sedikit dengan kebahagiaan semu? Tidak, aku tidak akan lagi berharap atas apapun, lakukan yang engkau mau, hiduplah diduniamu, namun jangan hancurkan dirimu. Jangan membuat luka ini sia-sia, jangan lebih membuat pelepasan ini tak berarti.

Lalu kau? Ada apa dengan dirimu? Apakah kau Tuhan? Apakah nilamu akan selalu sempurna? Apakah kesalahan tidak mungkin hingap pada tubuhmu? Kenapa kau begitu munafik? Kau tak perlu menjadi tegas, itu tidak dibutuhkan, matamu, telingamu dan hatimu tertutup rapat hingga tidak lagi mengeri benar dan salah. Jangan berlagak mengetahui segalanya, kau bukan Tuhan. Jangan bertindak selalu benar, kau manusia.

Tidak bisakkah ini selesai? untuk sebuah perjalanan panjang yang sudah sangat lama di tempuh, untuk segala keadaan dimana kerikil dan batu terus melukai tapak yang semakin lama semakin lemah dan sakit. Apakah ini juga bukan akhir? Ketika bahkan keadaan sangat terpuruk telah lewat. Ketika sedikit demi sedikit nanah dan koreng pada luka itu mulai mengering?

Bagian mana yang salah Tuhan? Sisi mana yang benar? Kenapa ini begitu rumit? Kenapa Engkau selalu mempermainkan bagian tersulit, hati, perasaan, jiwa. Aku sudah cukup hampa, aku sudah cukup dihukum, aku sudah cukup terhempas dan jatuh tersungkur. Lalu dimana akhirnya? Lalu sampai kemana ujungnya?