Sabtu, 29 Juni 2013

Bosan, dia hanya bosan melihat dirinya melakukan itu

aku bosan menatap matamu yang kosong dalam cermin.
aku bosan berkata dan mengulang kegiatanamu dan harimu yang sama seperti hari kemarin. 
aku bosan melihatmu merasa lelah.
aku bosan melihatmu menangis. 
aku bosan melihat sakitmu yang tertahan.
aku bosan mendengarmu berkata semua akan baik-baik saja.
aku bosan melihatnya ditemani bayang-bayang semu.
aku bosan melihatnya kosong. 
aku bosan melihatmu jatuh dan selalu mecoba berdiri sendiri. 
aku bosan melihatmu tersenyum dan merasa bahagia seorang diri hanya karena hal-hal sederhana. 
aku bosan dengan rasa sakit yang lagi dan lagi selalu berada si tempat yang sama. 
aku bosan melihatmu mengharap dan tidak pernah berhenti mengharap untuk dia yang luar biasa. 
aku bosan melihatmu mengalah dan lagi-lagi berkata biarkan saja untuk setiap luka yang orang lain ciptakan untukmu.
aku bosan kau lagi-lagi bahagia karena hal sederhana yang orang lain lakukan yang bahkan tak kau lakukan.
aku bosan melihatmu bangun di pagi hari dengan lelah menatap dan berkeliling melihat sekeliling rumah dan menangis karna tak ada seorangpun disana.
aku bosan melihatnya mengotak atik handphone, tab, laptop untuk mengusir sepi dan bosan.
aku bosan melihatmu kesepian.
aku bosan melihatmu sendiri. 
aku bosan melihatmu pada malam minggu yang berharap suatu hari nanti ada yang akan datang menjemputmu dengan bungany dan membawamu keluar dari sana.
aku bosan melihatnya berharap begitu banyak hal yang membahagiakan dan yang mungkin tak akan pernah datang. 
aku bosan melihatnya merasa lelah, penat, jenuh.
aku bosan melihatnya membeli film lagi.
aku bosan melihatnya kembali merasa sepi dan bosan bahkan ketika dia mempunyai handphone, tab, laptop, dan banyak film.
aku bosan melihatnya teluka lagi.
aku bosan melihatnya mendengar lagi-lagi dia membuat semua harapan itu musnah dengan satu kata, kamu tidak bisa, kamu akan seperti dia, kamu akan menjadi dia, kamu tidak baik, kamu jahat, kamu..
aku bosan melihatmu mengharap cinta sejati itu.
aku bosan melihatmu menunggu untuk sesuatu yang mungkin tidak akan datang atau terjadi.
aku bosan melihatmu terluka karena kata-kata sederhana darinya yang bahkan tak dia sadari menyakitimu dan membuatmu berubah.
aku bosan melihatmu kecewa dan lagi-lagi kecewa dan menangis karena kata-katanya (lagi)
aku bosan melihatnya tidur seakan dunia baik-baik saja dan dia hidup dengan baik, dan tak butuh apapun selain tidur. 
aku bosan melihatnya berhenti menangis, malu menangis, dan berkata dalam hatinya semua akan baik baik saja.
aku bosan melihatnya tak peduli apapun selain dirinya sendiri.
aku bosan melihatnya tak pernah dan mungkin tak akan pernah mengerti perasaan orang lain yang harusnya dia buat bahagia.
aku bosan melihatnya seperti pecundang.
aku bosan melihatnya seperti tak pernah punya apa-apa. 
aku bosan melihatnya terasa kosong.
aku bosan melihatnya berkahyal tentang hal-hal terindah untuk dibagikan kepada orang-orang itu namun dia tetap sendiri.
aku bosan melihatnya berbuat baik untuk orang lain.
aku bosan melihatnya bersabar untuk orang lain. 
aku bosan melihatnya menunggu untuk orang lain.
aku bosan melihatnya bangkit lagi.
aku bosan melihatnya seperti seseorang yang selalu berbuat salah dan tersesat. 
aku bosan berharap melihatnya seperti seseorang normal yang lain. 
aku bosan melihatnya kembali menyayangi mereka karena hal-hal sederhana dan sangat singkat. 
aku bosan melihatnya pergi dan tak pernah mengajak dia bersamanya. 
aku bosan melihatnya, dia, dia, dan dia seolah aku tak pernah ada.
aku bosan sendiri, lagi dan lagi, dan lagi. 
aku bosan menangis, menangis, dan menangis sendiri.
aku bosan melihatnya merasa dunia ini menyebalkan
aku bosan melihatnya membaca semua kalimat membangun itu dan mejadi kembali berharap namun pada akhirnya akan jatuh lagi dan berulang kali. 
aku bosan melihatnya tertawa, menangis, tersenyum, berharap, berpegang, bangkit, membuat harapan baru, lelah dan semuanya seorang diri. 
aku bosan melihatnya merasa seakan dunia ini tidak adil.
aku bosan melihatnya melihat orang lain yang begitu bahagia atas dunianya dan dia iri kepada orang-orang lain yang beruntung itu, 
aku bosan melihatnya mengingat sweet seventeen nya yang sangat menyakitkan. 
aku bosan melihatnya tidak pernah di mengerti barang satu menit saja, bahkan ketika orang yang harus mengerti maunya adalah orang yang memiliki darah yang sama padanya.
aku bosan melihatnya menghapus airmatanya seorang diri.
aku bosan melihat semua semangat dan mimpi indahnya dirusak sekejap dengan kata-kata super menyakitkan dan tidak disadari orang lain. 
aku bosan melihat orang lain itu selalu mengulanginya lagi kepada dia. 
aku bosan melihatnya dirumah. 
aku bosan melihatnya menghela nafas. 
aku bosan melihatnya bangkit sendiri lagi dan lagi, lagi dan lagi tanpa pertolongan apapun dengan lukanya yang lagi lagi betumpuk dan semakin melelahkan. 
mungkin, jika satu orang saja datang dan membuat semua rasa bosan itu mejadi sesuatu yang lain atau berbeda dia tidak akan begitu lelah dan bosan. 
tetapi, 
aku sudah bosan berharap untuk itu. 


  suatu saat nanti, entah kapan itu. bolehkah aku ingin semua orang itu membaca ini. 
                     berharap mereka akan mengerti.
                     mungkin mereka akan mengerti.

Kamis, 27 Juni 2013

Ditemani rasa sepi, lagi

Sedang apa? Apakah mentari diluar sana terik seperti hari-hari kemarin? Apakah awan di atas sana tetap indah dengan warna putihnya yang bersih? Apakah siang hari nanti matahari akan tetap bersikap begitu? Maksudku menyengat kulit hingga berwarna gelap. Aku hanya mulai lupa hal-hal itu. Karena itu aku bertanya.

Apa kabarmu? Bagaimana duniamu sekarang? Apakah tetap baik dan penuh dengan warna seperti saat itu? Atau kau tidak lagi tersenyum konyol dan membuat lelucon bodoh hanya untuk meghibur orang lain? Walau sebenarnya kau tau pasti, hatimu tak sedang baik seperti tawa-tawa mereka saat itu.

Aku hanya ditemani rasa sepi. Aku hanya memandang kepada masalalu. Bagian dimana kau masih disana mewarnai setiap langkah yang aku buat. Kau yang bernyanyi, kau yang bersenandung, kau bermain gitar, kau membuat lelucon aneh, kau yang terus usil, kau yang terkadang diam tanpa kata, kau yang terseyum dengan manis, kau.. kau yang pernah ada mengisi warna abu-abu menjadi pelangi.

Aku mencoba mencari ke segala arah, tapi bahkan aku tak menemukan sosok itu. Aku menunggu untuk waktu yang lama, tapi bahkan bayangmu juga tak ada pada mereka. Aku yang bodoh tak boleh mengharapkanmu kembali kan? Itu tidak seharusnya. Mungkin kau bahagia disana menikmati udara pagi atau lagu-lagu santai, kebiasaanmu.

Bisikkan padaNya untuk mengirim orang padaku, hingga bisa menemaniku. Katakan bahwa aku sudah cukup menunggu. Dia bilang, tak ada yang pantas menemaniku. Mereka tidak akan suka dengan caraku, dengan sifatku. Bisakah kau tanyakan padanya, apakah aku jahat? Apakah aku akan sendiri dan semu untuk waktu yang sangat lama?

Aku membaca novel, aku menulis cerpen, aku menonton drama, aku menghayati sinopsis dari cerita-cerita yang kubaca. Lalu ketika cerita itu usai, aku merasa kembali semu. Ditemani rasa sepi, lagi.

Aku berdoa untuk dia yang ceria, dia yang baik, dia yang mapan, dia yang sayang padaku, dia yang selalu mencintaiku, dia yang akan selalu mengerti, dia yang lucu, dia yang romatis, dia yang taat, dia yang akan menjadi segalanya datang padaku. Bisikkan lagi padaNya, aku menunggu untuk itu. Dan untuk saat ini, aku akan bertahan ditemani rasa sepi.

Minggu, 23 Juni 2013

hidup tapi mati


Aku akan ada disetiap hela nafasmu, mengalir dan mengikuti detak jantungmu, dengan lembut dan penuh cinta mengiringi harimu. Bukankah itu janjiku. Aku akan hadir dalam setiap mimpi burukmu, memeluk, menenangkan, dan menunggu hingga kau kembali dalam keindahan mimpi itu. Aku akan menunggu dengan sabar dan lebih sabar ketika kau lagi lagi tidak memperdulikanku, bosan dengan semua yang kulakukan untuk membuatmu tetap disisiku, walau aku lebih kesepian ataupun lebih merasa luka daripadamu.

Aku bernafas.. merancang hari untuk sekarang, berimajinasi untuk esok. Aku merasakan, tangis untuk hari ini dan senyum kecil untuk hari esok. Dan ketika hari-hari mulai terasa sama dan mendatar, aku memberontak dalam hati kecil. Bertanya pada setiap yang bernyawa, kenapa hidup ini terasa seakan berbeda padaku? Hanya mengulang bagian yang sama, tak ada lembaran baru atau kisah luar biasa. Lalu ini mulai terasa membosankan. Aku tak lagi bertahan disisimu. Melelahkan.

Aku bukanlah malaikat itu, naluriku tidak berkata iya untuk itu. Aku tak lagi menunggu pagi untuk menyapamu, tak lagi menunggu kisah yang akan kau ceritakan, tak lagi menunggu kau sambut dengan hatimu yang terbuka atau senyummu yang hangat, tak lagi menurut atau berkata iya atas apapun maumu, tidak lagi. Itu melelahkan.

Mencoba lebih keras dan lebih keras lagi ternyata tidak cukup. Menunggu dan terus bersabar juga tidak akan merubah apapun. Memaksa dan seakan diam, juga tak membuat situasi akan menjadi lebih indah. Dan ternyata cinta bukan tentang bersama dan hanya menunggu datangnya cinta itu akan tumbuh. Itu bukan cinta, itu hanya penantian bodoh yang semu.

Cara lain untuk membuat rasa itu usai adalah keluar dari sana. Memilih jalan lain atau cara lain untuk bertahan dan terselamatkan. Dan ketika semua itu dimulai lagi, indah pada awalnya sedikit berbeda pada pertama kalinya dan terlihat baik setelah keluar dari lingkaran abu-abumu tidak juga membuat hidup ini menjadi hidup. Dan itu terasa lebih melelahkan.

Lebih melelahkan dan jauh lebih kesepian daripada sebelumnya. Terasa seperti berada di ruang kosong namun penuh dengan orang-orang yang bahagia namun tak kukenal. Mungkin lebih baik jika aku kembali padamu, bertahan lagi hingga setidaknya sepi itu tidak terlalu membunuh, tapi apapun yang terjadi aku tidak ingin kembali lagi, kau sudah cukup menghancurkan segala rasa di sana.

Memandang layar bersuara, bergambar, bergerak, berekspresi dan punya cerita, emosi tawa dan tangis, mungkin cukup mengusir rasa sepi dan lelah. Mencari lagi dan lagi, namun keadaan tak juga membaik. Semua itu hanya bayangan nyata dari cerita yang dirangkai dengan indah, membuat iri dan seakan jadi nyata pada dunia yang kejam dan tak adil ini. Dan semua tak jua membantu, aku tetap kesepian dan seakan mati.

Mencari dan mencari namun tak tau apa yang akan ditemukan. Meunggu dan menunggu lalu tak mengerti untuk apa dan sesuatu apa yang ditunggu. Mencoba mengerti dan diam dalam kesunyian. Apakah ini nyata? Akan menjadi selamanya? Kapan berakhir? Bukankah tak ada yang lebih menyakitkan selain hidup tapi merasa tak hidup. Hidup tapi mati. 


                                    Tuhan yang mendengar jerit kecil dari manusia tak tau diri ini.
                                      Bolehkah aku meminta sentuhan kecil dari keajaibanMu....?

Senin, 17 Juni 2013

Mungkin aku lelah

Apakah memahami lebih sulit dari apapun? Apakah menentang dengan pura-pura telihat diam dan berkata terserah berarti memperbolehkan? Apakah mengajari harus memaki sekitar berulang-ulang dan menyamakan itu bagian dari cara memberi contoh? Apakah sulit mengerti ataupun sedikit saja mendengarkan dan mencoba mengerti posisi orang lain adalah hal mustahil? Apakah berkata hal-hal menyakitkan dan menyadari bahwa itu akan menyakiti tidak menyebabkan luka yang tidak pernah kering?

Kenapa sulit memahamimu bahkan ketika aku selalu mencoba mengalah? Mengapa sakit hanya mendengar kata-kata ‘pembelajaran’ darimu ketika tujuanmu adalah menujuk aku? Mengapa dilakukan lagi dan lagi ketika luka itu suda mulai sembuh dan aku berusaha keras untuk bangun lagi? Mengapa jika kamu mengerti sifat dan apapun itu tentangku lalu selalu dan selalu tidak pernah memahami untuk dan mengerti? Kenapa kau begitu? Kenapa mengerti dan memahamimu menjadi sangat dan sangat letih ketika bahkan kau tidak pernah mau mangerti itu sakit dan melukai?

Bisakah kau ada di pihakku sekali saja? Bisakah satu kali saja kau mengerti aku? Bisakah satu kali saja aku bukan menjadi sebuah penyesalan? Bisakah kau berhenti menujuk ke arahku atas segala hal? Bisakah kau berhenti membuatku terlihat jahat? Bisakah kau perlakukan aku setidaknya sama? Bisakah aku tidak selalu jadi pelampiasan? Bisakah sekali saja aku dianggap benar? Bisakah berhenti membayangiku dengan bayangan hitam yang selalu kau tujuk untukku?

Harusnya kau mendengarkan. Harusnya kau membelaku. Harusnya kau berfikir bahwa itu akan melukai. Harusnya kau berkata iya atau tidak. Harusnya kau mengajari dengan cara yang lain. Harusnya kau bisa mengerti walau sesekali. Harusnya semua tidak melulu tentang teorimu. Harusnya kau berhenti membuatku terlihat jahat, kesepian, dan buruk. Harusnya kau melindungiku. Harusnya kau mengalah untukku. Harusnya kau mengerti kenapa aku diam dan marah, kenapa aku merajuk, kenapa aku hanya membisu, kenapa aku tak mau lagi berkomentar, kenapa aku hanya lelah dan bosan.

Aku bercerita mengenai abu-abu, lalu kau katakan bahwa itu hitam. Aku berkata mengenai sisi buruk, lalu kau berkata untuk pergi menjauh. Aku berlajar untuk sesuatu, dan kau memaki dan marah karena kesalahanku. Selalu terserah katamu untuk setiap pertanyaanku, dan kau lagi-lagi marah dan menyalahkan ketika aku memilih. Beberapa dari mereka bilang aku orang yang baik, dan kau berkata aku jahat dalam segala hal. Aku bersemangat dan berkata bisa lalu sebelum memulai apapun itu kau katakan bahwa aku tidak mampu. Kau melihat seseorang dan membencinya, lalu berkata aku akan jadi orang itu. Kau membanggakan yang lain setinggi mungkin, lalu kau mengagapku rendah dan remeh didepan yang lain.

Aku selalu salah. aku selalu jahat. Aku selalu menjadi tertuduh. Aku selalu hina. Aku selalu tidak ada apa-apanya. Aku selalu buruk rupa. Aku selalu yang kesekian. Aku selalu kau tinggalkan sendiri dan seakan tidak ada yang tejadi. Aku selalu bukan apa-apa.. aku, selalu aku.

Taukah kau itu melelahkan, itu menyakitkan, itu membuatku bosan, jenuh, teluka, sengsara, kesepian, marah dan aku tetap bertahan mencoba mengerti dan bangun lagi seakan tidak terjadi apa-apa. Kenapa? Apa yang salah dari seorang aku? Hingga kau membenci selayaknya lebih tertuduh dari apapun? Aku lelah.

Jumat, 14 Juni 2013

hingga mati rasa


Aku hapir lupa bagaimana senyum itu. Terletak disudut terindah dari bibirmu, wajamu akan sangat manis ketika tersenyum dan aku hampir lupa betapa indahnya itu. Perlahan sosokmu mulai pudar dalam benakku, dirimu yang hangat dan sapamu yang dapat membuat hariku indah. Aku lupa rasanya mencintai, hingga seperti orang bodoh berdiri ditepi jalan dan binggung ingin melakukan apa. Aku kira aku sudah memilih jalanku, dan ketika kusadari aku melupakan bagian penting dari itu.. jiwaku tak lagi setegar dulu, ragaku tak lagi kokoh bertahan dengan pendirian. Aku mulai kehilangan tujuanku, dan kau ataupun siapapun tidak datang untuk menuntunku.

Hidup itu seperti menonton sebuah drama yang panjang. Lalu kau hanya punya dua pilihan. Pertama melihat dan memahami satu persatu episode dengan sabar dan mendapatkan maksud dan tujuan daripada si pembuat drama, atau yang kedua membuat drama yang berlangsung panjang dan membosankan menjadi lebih singkat, mempercepat bagian-bagian yang hanya ingin kau saksikan saja. Menikmati setiap bagian yang ada hingga akhir atau menutup mata dan hanya melihat bagian yang menarik bagimu saja.

Aku rasa aku seperti itu, aku menutup mataku dan mencoba menciptakan hal-hal yang ingin aku lihat tetapi tidak semudah itu ketika remote control bukan padaku. Jadi dengan merintih dan terseok-seok merasakan bagian yang sakit. Aku tidak lagi peduli cermin ketika melihat keluar jendela lebih menyenangkan, atau menyembunyikan luka lebih baik daripada terlihat rendah. Tiba-tiba semua terasa semu, tidak ada lagi tempat bersandar, tidak ada lagi senyum ramah dan pengertian, tiada lagi cerita menarik yang penuh dengan tawa atau tanggis haru. Semu, hidup tapi diam. Diam tapi tak seharusnya terasa semu.

Aku mencoba mencari sosok dalam televisi, mencoba mencari dia yang sempurna tapi aku tak cukup yakin ketika memandang dirku dalam cermin dan hari berlalu seperti setiap harinya adalah mimpi indah yang suatu saat jadi nyata. Siapa dia? Apa yang dia lakukan hingga aku tak lagi merasa cerah seperti ketika dia ada dalam hariku? Kenapa dia, yang bahkan satu-satunya cerita aneh yang membuatku merasa begitu manis bahkan ketika hari itu mendung dan hujan? aku tau kau sudah terbang jauh dan tak kembali, tapi aku tidak juga berharap kau kembali. Hanya saja, aku rindu sosok sepertimu. Aku lupa mencintai sesorang itu manis seperti saat aku menunggu setiap hari hanya untuk melihatmu walau hanya satu detik. Dan entah kenapa, tak kutemukan dilembar hari yang lain bahkan saat aku beranjak dan dewasa.

Aku kosong, aku galau, aku kacau, aku semu, aku lelah, aku, aku dan aku. Saat itu ketika aku yang seperti itu bercerita kepadamu dan walau tak disambut dengan peluk hangat atau senyuman damai, aku bertahan karena hatiku sembuh, karena hatiku tidak terasa kosong, karena hatiku tidak kesepian dan se-sunyi ini. Aku hidup tapi sekan mati, hingga seakan ribuan tahun aku menjadi pengguni dunia yang ramai ini, dengan seorang diri. Hanya lelah ketika seharusnya hari penting manjadi hari yang indah, lalu berlalu seakan tak harus jadi hari apapun. Hanya sedih ketika tersenyum meminta sepasang mata hangat akan memperhatikan lalu memenuhi jiwa yang sepi. Itu yang ingin kukatakan, itu yang ingin ku katakan kau dengar.

Seseorang seperti mu? Perasaan indah itu? Kembalilah, menetap dan tinggalah disana. Karena kurasa, aku mulai mati rasa.