Minggu, 29 November 2020

asumsi sendiri dan asumsi raga lain

Di antara semua orang yang bisa menyakitimu dengan sangat, di antaranya ada keluarga yang bisa memberikan perih dan bekas paling lama. ketika kita menerima diri kita sendiri dengan segala yang kita punya bahkan ketika kita tak punya apapapun, maka keluarga terdekat yang akan berteriak paling lantang mengenai membenci hal-hal yang tidak kita miliki. 

Kita semua manusia yang masih belajar. 

Tidak pernah sebelumnya ada yang berbicara bagaimana dan harus apa kita ketika hidup. bagaimana menjadi seorang yang baik atau bagaimana ciri-ciri orang yang buruk. tidak pernah ada kiat-kiat atau sekolah bagaaimana seseorang menjalani hidup. bagaiaman seorang anak harus bersikap, seorang teman harus menjadi, seorang ayah dan ibu seharusnya lakukan atau orang orang lainnya. kita hanya mencoba mencari tau dan berusaha menyimpulkan. 

bahkan aku mau, bahkan aku menerima. tidak masalah. tidak apa-apa, jika memang seharusnya begitu dan begitulah milikku. lalu kenapa orang lain menolak dan memaksa kita berubah menjadi standart yang menurut mereka paling baik? bahagia yang ada dalam benak kita, apakah persis sama dengan bahagia yang mereka pikirkan dalam benak mereka? tentu saja tidak. dan semua orang memaksa keinginan mereka kepada orang lain, untuk menjadi sama. 

ketika semua orang memberi lebel dan standart kepada orang lain. bagaimana harus terlihat dan bersikap, dan yang lainnya berfikir itulah patokannya. apakah itu adalah benar? sementara kita tidak benar-benar tau apakah itu salah dan benar. 

manusia hanya punya pengalaman dan kebiasaan. bukan kemampuan untuk membaca fikiran orang lain. 

menekankan apa yang mereka fikir baik untuk orang lain, yang terkadang tidak di rasa demikian yang dirasakan orang lain. contoh, seperti ketika orang ibu memaksakan jurusan yang di pilih untuk anaknya dengan embel-embel masa depan yang lebih baik. apakah masa depan akan benar-benar menjadi lebih baik? bahwa Allah yang menentukan setelahnya nanti, dan si anak sudah membuang jauh impianya dengan di janjikan masa depan yang baik. lalu pada kenyataannya masa depan yang baik itu ternyata tidak juga sangat baik, apakah si anak akan menyalahkan orang tuanya? tentu saja tidak, si anak akan dengan sabar dan penerimaaanya setulus hari berfikir dengan sudut pandang lain bahwa ia yang tak berbuat sebaik mungkin, bahwa ia sepenuhnya percaya bahwa orangtuanya adalah panutanya. dan siapa yang akan tau, jika si anak di biarkan memilih apa yang ia ingin lakukan masa depan lain yang akan datang?

kenapa bahkan ketika kita mencoba menerima diri kita sendiri dengan segala kekuarangan kita dan masih mau menerima orang lain dengan segala kekurangan dan kelebihnya semantara orang lain itu menuntut kita untuk menjadi sempurna seperti yang mereka fikirkan?

bahkan ketika tidak layak bagi kita dan mencoba menjadi layak dengan mencintai ketidaklayakan tadi dengan sekuat tenaga. apakah sulit menerima bahwa setiap orang layak menjadi diri mereka sendiri?

bahkan orang yang paling benar dan baik di bumi ini adalah seorang manusia. 

seorang manusia yang terkadang salah, seorang manusia yang terkadang tidak bersikap adil, seorang manusia yang berfikir menggunakan otak di kepala kecil mereka masing-masing. seorang manusia dengan ego nya masing-masing, di sertai juga dengan kepentingan mereka masing-masing. 

dan tidak ada manusia yang benar-benar bersalah di muka bumi ini. 

pada kenyataanya adalah presepsi. situasi, kondisi, hati, keadaan yang cara mereka tumbuh membentuk mereka menjadi sesuatu yang berbeda dengan yang lainnya. kita di biasakan berpatokan kepada norma dan batas yang seharusnya adalah jalan terbaik untuk membentukmu menjadi baik. namun bagaimana dengan orang-orang yang tidak punya keadaan yang sedemikian rupa? orang-orang yang sudah ditempat menjadi kejam dan kuat sedari kecil? orang-orang yang tidak dipupuk kasihsayang yang penuh, yang memiliki materi secara cukup atau orang-orang yang sedari dini tidak di ajarkan caranya menjadi baik? apakah mereka layak diadili dan dicap buruk atau jahat?.

sementara seorang anak di tempat lain, tumbuh dengan sangat baik. tutur dan bahasa yang sopan dan santun, dengan kasih-sayang yang penuh dan utuh, dengan kasur yang empuk, pakaian yang bagus dan nyaman setiap harinya, makanan yang hangat, serta pilihan untuk menjadi apapaun yang mereka inginkan. 

harus di tarik garis keras dan disamakan?

yang hingga saat ini masih disetujui banyak orang dan bahkan saya pribadi. bahwa setiap manusia dan makhluk di bumi ini hanya ingin menjadi bahagia. meskipun dicemooh, walau terkadang harus berkorban, bahkan ketika harus berubah menjadi pribadi yang lain, babak belur oleh keadaan dan kehidupan, walau akan di lihat berbeda atau jahat atau buruk atau apapun, janji yang mereka terima atau rasa yang akan mereka dapatkan bahwa "saya hidup dengan baik, dan bahagia". meski ratusan alasan serta rentetan jalan di belakangnya membentang jauh dan sulit, di dunia yang penuh dengan topeng dan tawa-tawa orang lain atas sakit dan perihnya orang lain juga. bahwa setidaknya aku, kami, kita, saya harus bahagia. dengan jalan apapun itu, dengan resiko apapun itu, dengan beban atau dosa yang nantinya harus di pertangungjawabkan atau di tanggung. maka pikirkan dan pilihlan baik-baik pilihanmu.


world is soo cruel. it laugh's at your pain. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar