Selasa, 28 April 2015

terluka tapi jalan terus

Terkadang seseorang tidak ingin pergi bahkan ditengah-tengah rasa sakit, bukan karena bodoh atau berpura-pura munafik dan tidak perasa. Seseorang hanya takut menjadi sendiri, takut rasa sepi menyelimuti dan menjadi tak terlihat. Diabaikan.
Diabaikan. Menjadi sepi. Bertahan sekuat tenaga. Mencoba merevisi lagi dan lagi, terseok-seok, tersungkur malu, dan terluka dalam. Hanya untuk jadi bagian dari sesuatu, bagian dari seseorang, serpihan kecil dari cerita orang lain, kebahagiaan orang lain. Lalu.. apakah menjadi salah?

******

“belajar masak? Bunda-nya sam pinter masak?” tanya nia penasaran
“pinter segala-galanya! Masak, buat kue, jahit, pinter nasehatin.. segalanya”
“lo happy banget pasti punya calon mertua yang gitu pasti ya?”
“banget! Gue betah dirumah sam berhar-hari, walau ayang sam ga ada dan jarang dirumah, nyokapnya udah ngasih gue kayak keluarga yang lain”
“terlepas dari sam suka nyakitin loe?”
“terlepas dari sam ga tau seberapa gue sayang sama dia dan keluarganya mungkin..” jawabku
“tapi cinta bukan itu lak! Bukan kayak gitu”

Aku tersenyum manis saat nia sahabat baikku berkata seperti itu. Tidak, aku bahagia. Sam tidak meyakitiku, sam hanya tidak tau cara memperlakukanku, atau sam tidak menyadari seberapa aku mencintai dia. Namaku Nadyla Fadely, dan teman-temanku memangilku lala. Rahmania adalah sahabat dekatku, nia lebih tepatnya nama panggilanya. Samm, dia adalah pacarku. Sammy libert, keturunan indonesia-canada karena itu namanya begitu. Kami sudah lebih dari satu tahun pacaran, dan aku mencintai sam layaknya seorang pemuda pemudi yang jatuh cinta.

Tapi kukira hatiku salah dan sam tau tentang itu, sam hanya diam menghindar, tidak melepaskan atau mengikatku erat. Sam takut aku pergi dan tak ingin aku tinggal dengan perasaanku yang palsu karena itu dia mencoba menyakitiku dan dirinya sendiri berkali-kali. Berkali-kali sam mencium pipi perempuan lain didepan mataku, memeluk perempuan lain dibalik punggungku, dan berbohong. Aku tau, namun entah mengapa itu tidak menyakitiku.

Pagi itu, hari kamis tanggal 21 maret, ketika aku datang kerumah sam tengah malam untuk memberi kejutan ulang tahunya yang keduapuluhlima, kulihat sam membawa perempuan lain saat bundanya pulang ke canada untuk menemui ayah sam. Aku hanya melihat sam memeluk perempuan itu dari balik lemari kaca, lilin-lilin dari kue yang kupegang mulai meleleh dan aku hanya terdiam merasa nyeri dan sakit lalu berlalu begitu saja. Keesokan harinya aku datang lagi saat bunda sam sudah tiba dari bandara, kuucapkan selamat ulang tahun pada sam, dan sam mengecup keningku hangat. Ibunda sam tersenyum. Bukankah aku bersandiwara dengan sangat baik?. Malam harinya sam mengajakku dinner di sebuah restaurant mewah. Berpura-pura bahagia, berpura-pura sempurna.

Sam tersenyum seperti biasa, kami berbicara mengenai hal-hal yang kami sukai masing-masing. Aku memberikan sebuah gitar listrik sebagai pelengkap koleksi gitar sam, dan sam memberiku se-buket besar bunga mawar berwarna merah cantik. Sempurna. Tak lama kemudian sam permisi ke kamar kecil. Kupandangi gedung-gedung dibalik kaca restaurant, kulihat gemerlap lampu jalanan dan kendaraan hulu-hilir, tak lama kemudian sam kembali, memecahkan lamunaku dengan membawa seorang perempuan, perempuan kemarin. Sam tersenyum kepadaku.

“kenalkan aurel, temen deket” kata sam sembari memperkenalkan perempuan itu
“lala..” kataku dengan lembut sembari tersenyum

Tak lama setelah itu aku pulang dengan taxi, sam ingin mengantarku namun kutolak. Kubiarkan mereka berdua melanjutkan percakapan mereka. Disepajang jalanku aku terdiam pilu, tidak tau caranya untuk menjadi lebih sakit daripada ini. Namun aku tidak kembali ke rumah, aku ke rumah sam bertemu bunda sam. Ketika kuketuk pintu rumah sam, bunda sedang merapikan bunga yang sudah layu. “bundaa..” sapaku ketika masuk, bunda sam tersenyum.. sesekali bercerita mengenai sam dan masalalunya saat bertemu ayah sam. Dan rasa sakit itu hilang dengan ajaibnya.

Iya.. saya terluka dan itu amat dan teramat sakit. Tetapi entah datang darimana kekuatan itu, untuk bertahan, untuk tak menyerah, untuk menunggu bahwa suatu hari kamu akan menyadari betapa aku menunggu lama untuk hatimu terbuka.

Malam itu aku menginap dirumah sam, di kamar bunda sam. Larut dan hening malam tidak bisa menghanyutkan fikiranku dalam tidur, aku masih terjaga. Tepat pukul 02.45 subuh sam pulang, berjalan sempoyongan dan memecahkan vas bunga bundanya, mabuk. Kupapah sam kekamarnya, sam tersenyum terhanyut dalam pengaruh minuman keras, melepaskan jas dan sepatu sam, lalu ketika aku beranjak pergi, sam ngelantur dan berbicara “kenapa kamu ga pergi aja? Saya benci kamu, kamu ngebuat saya sakit, kamu ga harus bertahan!” sam menangis.
“saya ga bertahan untuk kamu, untuk saya!” lalu aku berlalu meninggalkan sam.

Hari esok segera tiba, pukul 10.00 pagi sam bangun. Aku dan bunda sam masih sibuk didapur, bunda sam selalu suka memasak. Sam turun dari anak tangga, memadangku dengan tatapan hangat, dan aku tersenyum manis. Sam memelukku dari belakang, manis sekali, bunda sam tersenyum. Inilah satu-satunya alasanku yang terluka namun tetap berjalan terus, aku hanya percaya bahwa cintaku bukan bohong, bukan kepura-puraan dan sam akan mengerti.

Hari-hari berlalu, sejak hari itu sam tidak lagi meyakitiku. Sekitar dua bulan sam bersikap sangat baik kepadaku, berbicara lembut, menatap hangat, memperhatikanku dan hatiku mulai gelisah. Ada yang salah dengan sam.

Tepat diperayaan duatahun anniverssary kami, sam membuat reservasi direstaurant ternama, mendekor dengan cantik, mengundang semua orang terdekat yang kami kenal, malam itu sam sangat hangat dan aku bahagia. Ketika alunan piano dimainkan hatiku tersentuh dan merasa lirih secara bersamaan, tiba-tiba sam datang kearahku dengan sebuket bunga mawar merah ditanganya dan sebuah cicin cantik di tengah-tengahnya. “will you marry me..” kata sam kemudian.  Aku menangis haru malam itu, tersenyum bahagia dan menganguk dengan pasti, “mari kita bahagia dan perbaiki segalanya” pikirku dalam hati. Tepuk tangan semua orang membuat senyumku mengembang. Aku bahagia.

Malam panjang itu masih berlanjut, sam memainkan gitar acoustic-nya menyanyikan beberapa lagu romantis, semua orang nampak menikmati malam. Berkali-kali kulihat bunda sam tersenyum, sesekali mengengam tanganku hangat. Kebahagiaan ini tak lama, tentu saja. Tiba-tiba seorang perempuan yang entah siapa dan darimana datang, berteriak dan menjerit, meronta dan marah-marah. Katanya, sam harus bertangung jawab, perempuan itu hamil 3 minggu dan anak itu adalah anak sam, sam terpaku menatap kearahku, suasana menjadi kaku, semua orang mulai menatap ke arahku dan sam. Perempuan itu menangis, menjerit, sam mencoba menenangkannya. Aku hanya menatap mata sam dalam-dalam lalu pergi berlalu.

“laa.. sebentar la dengerin dulu” kata sam yang akhrinya meraih tanganku dan menghentikanku. Aku berhenti, airmataku berlimapah ruah tak henti merasakan sakit, kurasa aku akan menyerah.
“maaf la, maaf” kata sam kemudian
“kenapa..? kenapa sam? Kurangkah saya? Saya bertahan, saya mengerti, saya menunggu, saya percaya, dan kamu masih nyakitin saya..”
“maaf la.. saya salah” sam menunduk bersalah, kulanjutkan langkahku dan beranjak pergi, sam kembali mengejar dan meraih tanganku.
“saya ga sepenuhnya salah la! Kamu tau pasti bahwa saya akan begini, iya kan?”
“saya ga mau tau kamu ngomong apa sam, saya ga akan bertahan lagi”
“coba kamu lihat!” bentak sam tiba-tiba.
“saya ga salah! Kamu.. kamu ga pernah cinta sama saya la, tidak! Kamu Cuma ga suka sendirian dirumah kamu yang kosong, kamu Cuma berharap seseorang kayak bunda nemenin kamu, bukan aku! Saya cinta kamu la, sangat! Tapi kamu enggak, kamu ga bertahan buat saya, ga menunggu buat saya, kamu Cuma takut sendirian karena kamu ga punya siapa-siapa lak!” Dan aku hanya berlalu pergi meninggalkan sam.

Aku seperti disambar petir. Setelah berminggu-minggu aku sendiri, merenung, berfikir, merasa sakit dan seperti bangun dari tidur pajang sekaligus. Dalam hati kecilku “iya.. sam benar. Aku hanya takut sendiri” dan rasa yang paling pahit kusadari bahwa “iya.. ini bukan cinta la..”. kuraih handphone-ku dan kukirimkan pesan singkat kepada sam “ayo kita ketemu, buat yang terakhir”.

Tak lama kemudian aku sampai disana, tempat pertama kali sam dan aku bertemu, tempat diamana semua pertemuan dimulai dan aku ingin juga menjadi tempat untuk diakhiri. Tak lama kemudian sam datang, diam dan menjadi pilu.

Aku memulai dengan cerita lama “Cafe nya di tengah kota, di antara hiruk pikuk orang-orang beraktifitas di sepanjang hari, dan saya selalu sendiri duduk disini ya sam? Pura-pura sibuk dengan handphone dengan laptop
            “iya.. kamu” kata sam kemudian
            “seperti nunggu sesuatu yang ga pernah dateng, seperti sepi dan pura-pura merasa bahagia, kamu” kata sam lirih
            Aku menghela nafas “kamu bener sam, saya salah. Saya Cuma mau seseorang buat tempat saya bercerita, nemenin saya, dan bunda sosok yang ngebuat saya nyaman, kamu ga lebih dari sekedar pelengkap dari semua itu”
            “dan saya jadi kambing hitam kamu!” sela sam “dan saya jadi jahat karena menyadari itu duluan, iya kan..? kamu jahat la..”
            Aku menunduk “maaf sam, saya Cuma mau tau rasanya punya keluarga. Keluarga yang normal, yang wajar. Bicara, cerita, ketawa, saya Cuma mau ada yang ngajarin saya itu semua, bukan Cuma rasa sakit”
            “dan bunda begitu?” tanya sam         
            “dan bunda bisa begitu” kataku lirih

Kami terdiam sesaat, menikmati bau embun sehabis hujan deras dipagi hari, menikmati suara langkah kaki lalu-lalang dari orang-orang yang mengejar waktu, mendengar rintik-rintik kecil sisa hujan yang masih turun.

            “ayo kita mulai dar awal” kata sam kemudian.. “saya sayang kamu la, sangat”
            “kamu bakal punya anak sam, saya mau jaga dia”
            “saya bohongin kamu la, itu Cuma sandiwara.. semua orang sudah saya jelasin soal itu, saya ga mau selamanya jadi yang kesekian la”       
            Aku tertawa kecil “enggak sam, kamu lebih berharga dari sekedar pelengkap ketika saya sepi, seharusnya saya ga begitu”
            “saya cinta kamu la..”
            “dan saya bahkan belum mengerti hati saya sam, kamu ga pantes jadi kambing hitam dari rasa takut saya akan sepi..”
            “kita bisa mulai dari awal, saya yang ngajarin kamu..” sam membujuk
            “saya akan mulai sendiri sam, saya akan nemuin hal-hal yang saya cari. Sakit saya, tawa saya, bahagia saya, saya mau nyari bagian-bagian itu dulu dan sendiri”
            “saya akan nunggu” kata sam kemudian
            “kamu pantes dapet kebahagiaan kamu sendiri sam..”

Segalanya berakhir disana, saat itu. Aku dan sam berpisah disana, bertahun-tahun lamanya aku tidak pernah mendengar lagi tentang sam dan keluarganya. Beberapa kabar burung mengatakan bahwa sam akan segera menikah, ada kabar lain mengatakan bahwa bunda sedang menunggu kelahiran cucu pertamanya dari sam, apapun itu aku bahagia untuk sam.

Hari itu saat aku sibuk membaca buku disebuah toko buku, seseorang merebut bukuku dan menyembunyikannya dibalik tubuhnya, dan iyaa.. dia sam.

            “sudah ketemu” kata sam sembari meraih sandwich di atas meja
            “apa?” kataku bingung
            “hal-hal yang kamu cari?”
            “sebagian iya, sebagian lagi saya masih mencari. Oh iya.. selamat buat pernikahannya, atau anak pertamanyaaa?”
            Sam tertawa terkekeh-kekeh “saya? Nikah? Saya masih nunggu kamu laa” 
            “beritanya bohong?” kataku bingung
            “saya ga tau itu berita darimana, tapi saya masih sendiri.. bunda baik-baik aja, beberapa kali dalam sehari nanyain kamu....”


Kami terus berbincang-bincang, mengenai masalalu dan masa-masa yang akan datang. Sam menceritakan banyak hal yang baru dan aku senang dia bahagia, bunda juga. Percaya atau tidak, jantungku berdegup kencang karena senyuman dan tawa pemuda ini, dia masih sama namun lebih bebas atas jiwanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar