Minggu, 22 Februari 2015

Sebentar-sebentar malaikat, sebentar-sebentar penyihir

Kamu datang menjadi pengganti oksigen, seperti udara yang sejuk melalui seluruh bagian dari saya, lalu sebentar-sebentar kamu berubah, menyakiti, menyayat, membuat luka, lara, sakit!

Tiba-tiba ratusan burung datang dan berkicau dengan merdu, lalu besok menjadi sepi dan gersang. Lelah, panas, jengkel! Mentari cerah seakan tersenyum, lalu sebentar-sebentar menjadi hujan lebat, guntur dan awan kelam. Kenapa?

Hari ini kamu berterimakasih, tersenyum di ujung bibir, tertawa di dalam hati, menjadi canda dan bahagia sampai ke mimpi. Besok kamu marah, riuh, membenci, membuang segalanya jauh, berfikir keras atas hati manusia, merasa sakit, terhianati.

Kadang menjadi penolong, adalah kamu. Namun kenapa mereka begitu? Mereka tidak menjadi kamu, mereka merasa tidak pantas, berfikir keras untuk menolak, membelah diri menjadi dua sifat, sebentar-sebntar tersenyum lalu tiba-tiba menjadi tidak peduli.

Kamu berbagi, berfikir keras tentang menjadi yang tebaik, menjadi tulus, hanya lakukan, mari kita bahagia bersama! lalu dengan mudah dan sikap tak berdosanya dikhianati! Dihina dalam selimut, diremehkan dibalik wajah senyum teramat madu.

Lucu..

Tidak masalah kata hati. Ingat Allah adil kata nurani. Setidaknya kamu tidak seperti mereka, akal membela diri. Tapi amarah masih menguasai. Kenapa? Apakah dilukai tidak sakit? Apakah menjadi pilu bukan terluka? Apakah berhenti bingar kamu marah dan semua membenci?

Apakah saya aneh? Ataukah saya salah? Ada kurang mungkin, satu sel, satu jaringan atau sesuatu di dalam tubuh atau darah saya. Sehingga terluka! luka dan mengering, terluka lagi, basah lagu dan harus mengering kembali dan sembuh tetap menyakitkan?

Harus dengan logika mana saya befikir? Atau hanya saya yang berteriak dalam diam dan hanya dalam hati?

Kenapa kalian begitu..
Apakah saya sangat berdosa hingga harus berkali-kali dan kali dikhianati?
Ada apa dengan saya..
hingga saya yang tak melakukan apapun sebegitu kamu benci dan balas dengan kata-kata dan cara yang luarbiasa pedih.
Apa yang saya miliki..
Hingga se-iri itukah tubuhmu lakukan yang harus membuat logika saya berkali-kali menjadi takut dan ngeri dalam hati.
Kurangkah saya berada dipihakmu..
Hingga kamu dengan mudah meninggalkan saya seakan saya tidak pernah terlihat atau nampak jelas disana?
Inikah arti dari sebuah ikatan..
Jika hanya mengatakan atau bersikap baik seperti seharusnya ikatan itu saja tidak engkau lakukan..

Saya kenyang jadi bulan-bulanan! Saya kenyang tersingkirkan! Jadi nomor dua, nomo tiga, nomor seratus. Namun adakah saya membalas? Sewajatnya saja saya marah, semanusiawi mungkin saya menjadi pilu. Lalu kalian berteriak seakan semua noda, benci dan kesalahan menunjuk kepada saya. Adilkah itu?

Iya saya seorang diri, iya saya yang satu-satunya berbeda. Tak bisakah ini menjadi adil? Biarkan rasa itu menjadi biasa terhadap kamu, kamu dan kalian juga. Sehingga kapok untuk ber-ulah lagi, sehingga jera untuk menyakiti.

Wajar saya menjerit, tidak aneh saya menangis, lumrah saya diam dalam luka. Bukankah biasa untuk manusia yang terluka. Apakah saya mulai menjadi tidak waras? Mungkin satu jaringan dalam tubuh saya tidak tersambung atau berfungsi dengan baik, mungkin seharusnya begitu.. hingga saya akan diam dan terus diam dan tak merasa apa-apa ketika hujaman rasa sakit, dan pukulan ketidakadilan datang. Biar kamu puas! Biar kamu menang! Biar kalian semua bahagia!

Iya, saya tidak punya. Iya, saya bukan apa-apa. Kamu yang terhebat! kamu yang ter-sempurna, saya tidak, saya bukan. Iya, logika dan perkiraan kamu yang benar, sikap manusiawi dan hati saya yang berfikir salah!

Saya cuma akan berfikir berulang kali, berbicara dalam sujud, merasa pilu dan lebih seorang diri, sadar bahwa kata-kata sejati dan murni hanya ada di dalam dongeng-dongeng seribu tahun dan romance picisan televisi.

Namun hari-hari akan berlalu, hati saya akan luluh. Biarlah katanya. Sudahlah lanjutnya. Allah adil bisiknya. Lalu semua seakan tidak terjadi apa-apa. Saya punya Dia, mungkin saya tidak se-suci penutup mahkota yang kamu kenakan, belum. Saya belum sampai kesana. Namun selama saya berfikir bahwa saya tidak menyakiti dan menjadi jahat, selama saya tidak melakukan hal-hal jahat dan membuat sakit orang lain. Saya hanya percaya, Dia.. Allah itu adil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar