“vi kamu sama dia?” tanya mbak lara dengan kerutan-kerutan serius didahinya
“dia siapa” jawabku berpura-pura menjadi biasa. Lalu mbak lara menarik
tanganku kasar, membuat matanya yang bulat melotot tepat beradu di depan mataku
“mbak serius, jangan melucu kamu!” bentak mbak lara kemudian, semua orang
terdiam memandang kami berdua, ruangan yang dari-tadi riuh dengan suara-suara
tawa dan banyolan tiba-tiba sunyi seketika. Aku melepaskan gengaman tangan mbak
lara dan mencoba berlalu, namun mbak lara masih memandangku penuh amarah.
“apa salahnya dia? Dia baik, setidaknya padaku” tiba-tiba langkahku
terhenti, sembari menunduk memandang ubin yang beratatkan keramik putih seperti
membentuk awan-awan di langit, tiba-tiba aku teringat sesuatu..
Dia..
“semacam kehilangan daya
atau rasa, semacam kehilangan sesuatu seperti candu, semacam berpasrah dan diam
tak mau melakukan apapun. Aku menyerah untuk sesuatu yang bernamakan cinta”.
Pada kenyataanya seseorang yang kutunggu-tunggu
tidak kunjung datang, pangeran di dongeng-dongeng kerjaan ataupun pria tampan
di drama-drama modern. Semacam, aku mulai menutup setiap sudut yang harusnya
masih menunggu. Lelah, dan seperti kehilangan daya.
Jika pada akhirnya aku harus berpijak di dunia
yang luas ini seorang diri, tanpa hal-hal manis yang dimiliki semua orang,
tanpa kecup hangat dari seseorang yang akan mendiamkanku kala aku menangis,
atau seseorang yang akan menjadi alasanku tertawa dan melayang. Apakah hayati
yang hanyalah hambaNya ini memiliki daya? Dan akupun seperti tak peduli dan tak
ingin lagi.
Terkadang aku iri. Menjadi benci seorang diri,
menjadi penjahat yang tak berkesudahan memaki, hingga aku lelah dan hanya diam
menyadari. Aku bodoh.
Kenapa tak jalani saja hidupmu. Toh kamu bahagia,
toh kamu masih bisa bernafas, toh tak ada yang merubah apapun. Kecuali
kata-kata orang dari belakang, kecuali sudut mata orang-orang yang memandang,
kecuali rasa sepi seakan mati, kecuali rasa bersalah atas sedih yang tak
berkesudahan. Bukalah masalah besar, bisa kamu atasi, kamu akan terus bernafas
tanpa semua itu.
Hampir tengah malam, ketika aku baru saja pulang
dari lebur yang tak berkesudahan. Perawan tua, bos baru yang luarbiasa judes
itu memeras tenagaku habis-habisan. Tak masalah, setidaknya aku sibuk. Yang
kuingat malam itu aku hanya masuk kedalam lift seorang diri dan ketika
lamunanku yang panjang berakhir, kulihat seorang pria manis yang tersenyum
kepadaku, dia.. tersenyum kepadaku.
Dia tesernyum kepadaku, membuat mataku terhenti
pada senyum nya yang manis, gigi nya yan tertata rapi dan putih itu, ahh..
mungkin ini yang disebut pria cantik.
“lantai delapan mbak!” katanya kemudian
“ah.. iya ayok ke lantai delapan” kataku
terhentak, dan dia tertawa ringan
“bukan, ini lantai delapan mbak, mbak mau ke
lantai delapan kan?”
“oh.. iya, iya” dan aku kembali tersadar, aku
berjalan keluar lift dan masih memadang pria cantik itu tersenyum, dia bersama
beberapa orang yang lain, dua diantaranya nampak ramah dan satu yang lain hanya
diam menatap tajam padaku,mataku kembali melihat si pria cantik sebelum lift
kembali tertutup. Dan kukira Tuhan mengirimkan sedikit kisah manis kedalam
kehidupanku.
Keesokan harinya aku bertemu si pria cantik lagi,
dan keesokan harinya dan keesokan harinya. Teddy, nama pria cantik yang
beberapa bulan terakhir sering mampir ke apartemenku untuk sekedar minta
makanan atau mengobrol. Teddy tetangga baruku, apartemen-nya berada satu lantai
di atasku, kamar 302. teddy dan tiga orang temanya baru saja pindah dari jepang ke new york. Mereka adalah model iternasional untuk brand-brand papan
atas, kuakui itu sedikit mengecewakan mengingat image model-model pria
kebanyakan ‘gay’.
Teddy sangat ramah, sifatnya yang masih kekanakan
membangun imagenya cukup kuat hingga di setiap penampilan baik majalah, fashion show, ataupun fashion model semua orang akan tertarik
dengan gayanya yang chik.
Yang kedua adalah ji, kami semua memangil yong
dengan sebutan ji. Seorang blasteran jepang dan amerika. Entah sebutan ji itu
berasal darimna, atau siapakah nama ji sebenarnya, aku tidak pernah ingin
tau mengingat Ji yang selalu terlihat maskulin, diam dan
cool. Aku hanya beberpa kali mendengar ji tertawa atau tersenyum.
L adalah pria ketiga, pria berwajah oriental barat
dengan sifat yang humoris. L sangat ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja,
semua orang akan dengan mudah dekat dengan l.
Yang terkahir adalah hyun. Pria asli korea dengan
wajah yang juga asli korea. Hyun pria romantis playboy yang dengan mudah bisa
mengambil hari para gadis, hyun berhati lembut dan pengertian, mungkin itu yang
membuat semua orang nyaman.
Beberapa bulan terakhir aku mulai mejalani
hari-hariku dipenuhi dengan kehadiran mereka. Mereka mengikat kontrak dengan
majalah fashion kami untuk sekitar
dua tahun, dan entah sejak kapan, aku dan mereka ber-empat mulai menjadi teman
baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar