Rabu, 13 Mei 2015

fly away

Aku sudah mengerti bahwa semua ini akan terjadi, sedikit tergambar jelas disana. Menghindar? Sudah aku coba lakukan, tetapi mengihindarimu bukan hal yang mudah. Begitu aku mundur satu langkah, maka kamu akan maju sepuluh langkah, ketika aku berbalik menjauh, maka tanganmu akan dengan erat mengengam. Lalu apa yang harus  kulakukan dengan semua itu? Apa yang harus  kulakukan dengan kenangan kamu yang bergutik terus-menerus didalam fikiran saya? Bagaimana bisa kamu hilang begitu saja seperti memori didalam handphone saya yang rusak. Aku tidak bisa. Masih akan jadi tanda tanya besar, apakah aku akan berhasil move on melupakanmu hingga ke bagian-bagian terkecil.

“kita putus! Jangan cari aku lagi, kamu ga perlu ngapa-ngapain, kita cukup saling diam ditempat, dan saling ngelupain”. Aku ingat saat kata-kata itu kuucapkan dengan fasih dan lancar, seiringnya hatiku merasa lega dan akan terlepas dari luka mandalam. Namun kamu tidak mudah menyerah untuk hal-hal yang kamu miliki kan? Tentu saja. Berhari-hari menunggu didepan rumah, mencariku kemana-mana, bahkan dengan perban yang masih basah, yang melingkar di tubuhmu. Dan aku menyerah, aku tak  bisa melihatmu merintih menahan sakit dipungungmu yang tak lama terhempas kejalanan aspal tebal. “aku dirumah bunda sarah” pesan singkatku yang kukirimkan kepadamu kemudian.

Tak lama kemudian kamu sudah berada didepan rumah, berdiri dengan tampilan lusuh, kacau. Aku datang mendekatimu dan kamu seperti anjing kecil yang bertemu kembali dengan tuan pemiliknya. Kamu memelukku erat, merasa lega. Kulepaskan pelukanmu, kutatap kamu dalam-dalam.

“bagaimana bisa Cuma beberapa hari dan kamu jadi begini?” kataku sembari merapikan kerah dibajumu yang berantakan.
“jangan tinggalin aku makanya” dengan nada manjamu seiring dengan tangamu yang membelai rambutku yang terurai.
“kita kan sudah putus” jawabku ketus
“apa yang salah? Kenapa?” nadamu mulai berubah marah
“bosen, mungkin..” jawabku seiring membelakangimu
“bohong! Saya kenal kamu by” deka menarik tangaku lagi, membuat mataku memandang dalam kedua bola matanya.
“kamu mau saya bilang apa ka? Saya nyerah.. itu aja”
            “saya salah apa by? Setidaknya kasih saya kesempatan buat minta maaf”
            “kamu ga salah apa-apa, saya yang salah” jawabku tanpa ekspresi, deka diam. Memandangku dalam-dalam, menunggu sebuah penjelasan.
            “saya belum siap buat kehilangan kamu dek, kemarin saya liat kamu patah kaki didepan mata saya, kemarin saya liat badan kamu terhempas ke aspal, diperban, msuk rumah sakit, merintih lagi, minum obat lagi, berkutik dengan jarum infus lagi, terapy lagi, tapi kamu akan tetep dateng buat latihan, semua orang bakal nerriakin nama kamu, kamu bakal semakin cepet dan cepet dan entah besok saya akan liat apa yang akan terjadi sama kamu” jawabku lirih, deka mandengarkan
            “saya tau balap hidup kamu, saya tau kamu suka semakin cepet. Kayak terbang bebas ya? Tapi saya ga siap ambil resiko bisa kehilangan kamu tiap detik, didepan mata saya, saya ga sekuat itu. Saya juga ga bisa kasi kamu pilihan balap atau saya, karena saya tau balap itu hidup kamu, jiwa kamu. Saya bahagia banget liat sususan piala dan hadiah yang kamu dapet setiap kali kamu menang, ngeliat senyum kamu yang udah ga berenti ngembang, demi apapun saya berharap kamu terus gitu. Tapi itu ga setimpal dengan resiko yang kamu tanggung, saya ga bisa” deka menatapku, tanpa suara. Mencoba memahami yang kukatakan
            “saya ngerti. Kalo gitu, kita sampai disini aja” kata deka kemudian, seiring dengan berlalunya deka.

Aku mengerti, dan kurasa dekapun begitu. Setelah mendengar kata-kataku, deka berlalu begitu saja. Hampir dua bulan tidak ada kabar selain dari televisi ataupun surat kabar, deka memanangkan race-nya tingkat nasional dan untuk pertandingan berikutnya akan ber-skala internasional diluar negri. Aku ikut bahagia karena mimpinya menjadi kenyataan. Di dalam hati aku selalu berdoa untuknya.

Beberapa minggu sebelum keberangkatan deka untuk latihan diluar negri. Deka menekan bel apartemenku, datang kepadaku. Pagi itu aku hanya sedang membuat sarapan pagi ketika deka datang dengan sebuket bungga berwarna pink cantik. Aku tersenyum dan mempersilahkan deka masuk, deka duduk dan kukira kami hanya akan saling berbicara sebagai teman.

            “saya akan berhenti” kata deka tiba-tiba mengagetkanku
            “by, saya bisa gila! saya marah ketika kamu bilang kayak gitu waktu itu, kamu tau race dunia saya, satu-satunya jalan saya buat bisa bebas, tapi ini jauh lebih buruk kalo hidup saya ga ada kamu. Saya kira saya akan baik-baik aja, race saya berjalan lancar, tapi otak saya ga bisa berhenti mikirin kamu, semakin saya mikirin kamu, saya semakin ingin terbang lebih jauh.. buat ketemu kamu. Kasih saya kesempatan” Aku berhenti memasak, dan datang mendekati deka. Memeluknya yang nampak hancur.
            “biarin ini jadi yang terakhir by, biarin aku buat salam perpisahan buat motor dan dunia balapku, aku janji ini yang terakhir, janji!” kata deka kemuadian
            “yang terakhir dan setelah ini kamu bakal diem-diem di samping aku, cari hobby yang lain, cari kerjaan yang lain?” jawabku
            “iya janji!” seraya senyum deka kembali mengembang.

Kudengar bahwa latihan deka berjalan lancar, di minggu-minggu terakhirnya dia masih menelponku bercerita banyak hal, satu halyang masih kusadari dengan jelas, deka sangat mencintai dunia itu, dunia yang bisa merenggut nyawanya kapan saja, setiap detik. Sebelum hari terakhir deka bertanding, sepanjang malam dia berbicara kepadaku, hmm.. iya, aku tidak ikut ke jepang untuk melihat pertandinganya, deka tidak ingin aku datang “jangan terluka by, saya bisa lebih sakit” katanya kala itu.

Malam itu deka berbicara mengenai orang-orang baru yang ia kenal melalui dunia balap, dia bahagia sekali. Didalam hati aku menyesal memberinya kesempatan, karena kusadari betapa ia bahagia tinggal didunianya. Tapi hatiku semakin gelisah, ketika deka mengakiri pembicaraan dengan berkata “saya akan terbang lebih tinggi besok, saya janji ini akhir!” aku semakin merasa gelisah ketika senyum nya di balik video call terasa jauh lebih hangat dari biasanya.

Hari itu tiba, aku bangun pukul delapan. Pertandingan deka dimulai dipagi hari. Aku hanya bisa melihat dan menunggu lewat layar televisi, namun tidak kulakukan. Detik demi detik waktu kuhabisakan dengan berdoa didalam hati dan membuat sesuatu, setidaknya dengan memasak aku bisa sedkit lupa. Kala itu ada beberapa teman dekatku di apartement, mereka sibuk berbincang dan bermain game, tia dan nita menemaniku memasak. Kumohon, buat aku lupa. Tak lama kemudian telfon berdering, sam mengangkat telfon, diam sesaat. “by, sini” kata sam memanggilku dengan nada rendah. Kuterima telfon itu “hallo..” aku mendengarkan orang diseberang sana berbicara pajang lebar, mengenai ada sedikit masalah mengenai deka, pertandinganya sedikit kacau, ada tabrakan beruntun yang memakan banyak korban, salah satunya deka. Aku diminta segera menyusul ke jepang dengan penerbangan pertama. Seketika semua menjadi pilu, aku hanya terdiam membisu. Tia dan nita membantuku membereskan pakaian, sam dan joy memesan tiket, mereka berjanji akan menemaniku ke jepang. Di sepanjang perjalanan aku hanya diam, tidak ada air mata, tidak ada kata-kata, hanya berdoa, “kumohon Tuhan, beri aku kesempatan, biarkan aku menemaninya”.

Ketika aku dan teman-temanku tiba di jepang, om john manager deka sudah menunggu kami, ketika om john datang ke arahku, aku kalah. Aku terjatuh dan menangis haru, berkata berkali-kali bahwa ini adalah mimpi atau semacamnya. Tak lama kemudian kami tiba dirumah sakit, deka koma. Beberapa tulang rusuknya patah, kakinya diperban, infus menusuk setiap bagian tubuhnya, sekarat.

Aku memandangi tubuhnya yang terbaring lemah dari balik kaca ruang ICU, dia nampak tenang dengan segala alat yang membantu nafasnya. Harus kuapakan rasa sakit ini, sayang? Harus kubuang kemana rasa perihnya? Kamu berhutang maaf dariku, dan kamu juga sudah berjanji..

Seminggu sudah ia dirawat, dan tidak ada tanda apapun yang membuat semua orang berhenti untuk khawatir. Sejak hari pertama ia terbaring lemah disana, tak sekalipun aku masuk untuk melihatnya langsung kedalam icu, hukuman untuk dia yang tidak pernah mendengar kata-kataku.

Pagi itu salju turun di jepang, kulihat putihnya dari balik jendela kaca rumah sakit, deka tau bahwa betapa aku menyukai butiran es berwarna putih ini, namun hari ini aku membernci salju itu, nampak dingin dan membeku. Dari balik pintu kudengar pembicaraan dokter dan kedua orangtua deka, kudengar deka akan dipindahkan ke jakarta dekat dengan keluarga, kenapa? bahkan ketika dia belum sadar dari koma dan harus kembali? Karena.. samar-samar kudengar dokter mengatakan bahwa hanya ada sedikit harapan untuk hidup, jika keajaibanpun terjadi dan deka sadar maka ia tidak lagi bisa berdiri dengan kedua kakinya, dan aku tak deka membenci hal itu.

“hai!” kulihat deka duduk dikursi dengan senyumananya, aku mendekati deka dan meraba wajahnya, dia hangat.. dan seketika aku menangis,
“kenapa..? jangan nangis ah, jelek” kata deka lagi, dan aku masih diam memandang wajahnya dalam-dalam lalu memeluk erat dia.
“salju by, kamu suka kan?” kata deka seraya memandang ke luar jendela, aku masih diam dan menangis dalam pelukannya
“maaf by, maaf” kata deka kemudian seiring dengan memandang wajahku pekat, tanganya yang tadi menyentuh wajahku hangat mulai menjadi dingin dan terlepas.

Tiba-tiba aku terbangun. Itu hanya mimpi, aku tertidur di ruang tunggu. Ku pandangi disekitarku, semua orang tertidur lelah dan ini sudah larut malam. Aku berjalan keruang deka, ia masih disana, juga tertidur lelap. Aku masuk kesana, mendekat ke arah dia yang terkulai lemah, mengengam tanganya, tangannya masih hangat, jari-jarinya masih sama seperti dalam ingataku, dan aku menangis.

            “jangan menunggu, aku baik-baik aja.. kamu boleh pergi kapan aja sayang, liat jarumnya tambah banyak, selangnya nambah lagi, lama-lama kamu jadi robot” kataku seraya mengengam erat tanganya,
            “jangan sakit karena aku, kamu boleh terbang sejauh yang kamu mau.. jangan menunggu, aku lebih suka kamu ngelepas semua ini dan pergi ka.. jadi ga ada rasa sakit lagi” dan tangisku pecah dipelukannya.
Tiba-tiba tangan deka mengengam tanganku, bergerak. Ketika aku bangun dan melihat, deka bangun matanya yang nampak sayu memandangku dan tersenyum manis, aku berlarian memangil dokter, dan keajaiban datang, deka sandar dan ia akan segera baik-baik saja.

Deka duduk di ranjangnya, kedua orangtua deka tidak henti-hentinya mengucap syukur dan menangis, aku hanya melihat dari balik pintu ketika deka mengangkat tanganya, meminta kusambut. Aku mendekat dan memeluknya, dia tersenyum dan kembali memeluk maja.. “i’m back” katanya kemudian. Sudah dua hari deka sadar, namun para dokter belum memperbolehkan deka pulang. Masih ada serangkaian pemeriksaan dan oh iya.. deka baik-baik saja, ia berjalan kesana kemari memutari rumah sakit sesuka hatinya. Dia tampak bahagia, dan ia kembali seperti deka yang dulu aku kenal, lucu, hangat, periang.

Hari ketiga setelah ia siuman, ia duduk ditaman rumah sakit memandangi anak-anak sedang bermain bola, menghela nafas panjang. Ketika aku mendekat dia mengapai tangganku, mengengamnya erat.

            “kamu tau kenapa aku sadar?”
            “karena kamu emang harus sadar buat aku, kamu kan baik-baik aja” seraya aku membelai wajahnya
            Ia mengeleng pelan “karena aku mau nepatin janji!” aku terdiam bingung
            “aku kembali, buat kamu.. aku minta waktu buat kembali ke kamu dan aku disini” dia tersenyum
            “tapi.. kalo aku ikut pertandingan selanjutanya di eropa boleh ya?” kata deka kemudian,
            “oke kita putus!” jawabku..
            “aaaaaahhh, ayaang..” dan kami bercanda sepanjang hari

Ketika malam tiba, di ingin aku tidur didekatnya, tanganku ia gengam erat. Kulihat dia tidur dengan nyenyak, senyumnya masih mengembang. Ketika pagi datang, kulihat ruang inap sepi, deka tidak ada, semua orang sibuk berlarian, nafas deka terhenti, dia tidak lagi terasadar dengan senyum hangatnya, ketika para dokter melepaskan segala alat bantu dan menyebutkan jam dan hari, deka benar-benar pergi.

Taukah kau? Orang berkata ketika seseorang yang sudah koma lebih dari tiga hari, ia akan bermimpi panjang, didalam mimpinya ia akan bertemu dengan orang-orang yang ia sayangi, lalu pelan-pelan mengenal mereka dan rasa cinta orang-orang tersebut kepada dirinya, lalu ia akan diberi sebuah harapan oleh Tuhan, apakah keajaiban atau kesempatan. Deka.. ia mendapat kesempatan, ia sadar untuk beberapa hari, memeluk kedua orangtuanya hangat, mengukir senyum di wajah teman-teman yang menunggunya siang dan malam, dan menepati janjinya kepadaku. Dia kembali, dan aku lupa untuk membuatnya berjanji kepadaku agar ia tak pergi lagi. Dia sudah benar-benar terbang tinggi.


                         Untuk kamu yang bersembunyi dibalik awan putih di atas sana,
                         Apakah kamu bahagia! Ya.. sana terbang sepanjang waktu!
                        Saya mencintai kamu, bodoh.. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar