Kamis, 11 Oktober 2018

Meneguk kopi sore itu

"Pernahkah kamu patah hati?" Ia bertanya dengan linang airmata yang tertahan.
"Kurasa aku tak sanggup". Lanjutnya lagi dengan tetes pertama air mata yang jatuh.
"Tau rasanya?". Dengan menatap berharap seseorang mengerti.

"Tau".
"Pernah".
"persis". Seseorang menjawab dengan tatapan kosong.
 
"Bagaimana cara untuk lari?". Kata perempuan 1 tadi.

"Jangan lari".
"Itu tidak bisa sembuh".
"Aku biarkan diriku hancur, aku berkeping sepanjang waktu"
"Menangis untuk hal-hal sepeleh, membenci diri sendiri, bertanya-tanya, berandai-andai. Menerka-nerka".
"Ohh.. hampir setiap malam aku menangis saat sebelum tertidur. Mengingat, terluka, hancur dan terlelap karena lelah".
"Kenapa? Ribuan pertanyaan kenapa, marah, menyerah, sakit. Ia menderita".
"Lamaaa sekali. Sesekali aku sembuh karena hal-hal sederhana, masalalu yang mambawa ia datang lagi. Sesekali kurasa aku baik-baik saja dengan membencinya, tapi tidak juga, di lain hari sakitnya masih sama".
"Setelah waktu lama berlalu".
"Di suatu pagi, aku terbangun.. dan rasanya tidak sakit lagi"
"Aku tidak bilang bahwa sembuh sepenuhnya. Tapi aku baik-baik saja. Semua sudah berlalu, bukankah hidup berlanjut? Hari tetap berganti dan kudengar sekarang ia bahagia".
"Kukira sudah cukup bagiku".

Perempuan 1 menangis.
Perempuan 2 tersenyum tipis.
"Sakit, menderita. Tapi semua akan berlalu".
Perempuan 1 tertegun, "berapa lama?"
"Hmmm.. entahlah sekitar satu tahun mungkin?" Ditutup dengan senyum dari perempuan 2.

11.10.18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar