Sebenarnya, apa yang sedang kami lakukan? Sejujurnya, kenapa dengan
perjalanan ini? Jika semua pertanyaan tidak selalu butuh jawaban, lalu kenapa
jawaban menjadi lebih berarti untuk melengkapi segala yang telah terhenti
secara tidak wajar.
Sudah kulakukan, kuikuti arah angin berhembus, kubiarkan air mengalir
lambat, dan aku hanya ikut hanyut di-dalamnya. Memaafkan, melupakan, lalu mari
kita hidup dengan kehendak Ilahi. Namun, aku hanya manusia biasa. Tidakkah
selalu menjadi salah dan salah adalah lagi-lagi berujung membenci? Tidakkah
diam dan diam adalah lagi-lagi mengoyak hati dan meninggalkan bekas? Lalu
kenapa..?
Apakah tuturmu begitu berharga? Apakah hatimu begitu rapat terkunci? Hanya
untuk sekedar bercerita dan berkata “aku lelah”, atau “aku sedang ada masalah”,
apapun itu. Dengan siapa engkau hidup wahai sesorang yang ditubuhnya juga
mengalir darahku? Dunia apa yang sedang kau tapakki? Hingga bahkan kami tak
bisa menyentuh atau hanya sekedar mengintip apa yang kaulakukan atau perbuat?
Apa tujuaanmu?. Apakah engkau sendang merancang sedikit demi sedikit masa
depanmu dengan indah? Apakah engkau sedang merajut satu demi satu harpan untuk
nanti? Atau kau hanya menghancurkan dirimu sedikit demi sedikit dengan
kebahagiaan semu? Tidak, aku tidak akan lagi berharap atas apapun, lakukan yang
engkau mau, hiduplah diduniamu, namun jangan hancurkan dirimu. Jangan membuat
luka ini sia-sia, jangan lebih membuat pelepasan ini tak berarti.
Lalu kau? Ada apa dengan dirimu? Apakah kau Tuhan? Apakah nilamu akan
selalu sempurna? Apakah kesalahan tidak mungkin hingap pada tubuhmu? Kenapa kau
begitu munafik? Kau tak perlu menjadi tegas, itu tidak dibutuhkan, matamu,
telingamu dan hatimu tertutup rapat hingga tidak lagi mengeri benar dan salah.
Jangan berlagak mengetahui segalanya, kau bukan Tuhan. Jangan bertindak selalu
benar, kau manusia.
Tidak bisakkah ini selesai? untuk sebuah perjalanan panjang yang sudah
sangat lama di tempuh, untuk segala keadaan dimana kerikil dan batu terus
melukai tapak yang semakin lama semakin lemah dan sakit. Apakah ini juga bukan
akhir? Ketika bahkan keadaan sangat terpuruk telah lewat. Ketika sedikit demi
sedikit nanah dan koreng pada luka itu mulai mengering?
Bagian mana yang salah Tuhan? Sisi mana yang benar? Kenapa ini begitu
rumit? Kenapa Engkau selalu mempermainkan bagian tersulit, hati, perasaan,
jiwa. Aku sudah cukup hampa, aku sudah cukup dihukum, aku sudah cukup terhempas
dan jatuh tersungkur. Lalu dimana akhirnya? Lalu sampai kemana ujungnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar