Aku sudah mengerti bahwa semua ini akan terjadi, sedikit tergambar jelas
disana. Menghindar? Sudah aku coba lakukan, tetapi mengihindarimu bukan hal
yang mudah. Begitu aku mundur satu langkah, maka kamu akan maju sepuluh
langkah, ketika aku berbalik menjauh, maka tanganmu akan dengan erat mengengam.
Lalu apa yang harus kulakukan dengan
semua itu? Apa yang harus kulakukan
dengan kenangan kamu yang bergutik terus-menerus didalam fikiran saya?
Bagaimana bisa kamu hilang begitu saja seperti memori didalam handphone saya yang rusak. Aku tidak
bisa. Masih akan jadi tanda tanya besar, apakah aku akan berhasil move on melupakanmu hingga ke
bagian-bagian terkecil.
“kita putus! Jangan cari aku lagi, kamu ga perlu ngapa-ngapain, kita cukup
saling diam ditempat, dan saling ngelupain”. Aku ingat saat kata-kata itu
kuucapkan dengan fasih dan lancar, seiringnya hatiku merasa lega dan akan
terlepas dari luka mandalam. Namun kamu tidak mudah menyerah untuk hal-hal yang
kamu miliki kan? Tentu saja. Berhari-hari menunggu didepan rumah, mencariku
kemana-mana, bahkan dengan perban yang masih basah, yang melingkar di tubuhmu. Dan
aku menyerah, aku tak bisa melihatmu
merintih menahan sakit dipungungmu yang tak lama terhempas kejalanan aspal
tebal. “aku dirumah bunda sarah” pesan singkatku yang kukirimkan kepadamu
kemudian.
Tak lama kemudian kamu sudah berada didepan rumah, berdiri dengan tampilan
lusuh, kacau. Aku datang mendekatimu dan kamu seperti anjing kecil yang bertemu
kembali dengan tuan pemiliknya. Kamu memelukku erat, merasa lega. Kulepaskan
pelukanmu, kutatap kamu dalam-dalam.
“bagaimana bisa Cuma beberapa hari dan kamu jadi
begini?” kataku sembari merapikan kerah dibajumu yang berantakan.
“jangan tinggalin aku makanya” dengan nada manjamu
seiring dengan tangamu yang membelai rambutku yang terurai.
“kita kan sudah putus” jawabku ketus
“apa yang salah? Kenapa?” nadamu mulai berubah
marah
“bosen, mungkin..” jawabku seiring membelakangimu
“bohong! Saya kenal kamu by” deka menarik tangaku
lagi, membuat mataku memandang dalam kedua bola matanya.
“kamu mau saya bilang apa ka? Saya nyerah.. itu
aja”
“saya salah apa by?
Setidaknya kasih saya kesempatan buat minta maaf”
“kamu ga salah apa-apa,
saya yang salah” jawabku tanpa ekspresi, deka diam. Memandangku dalam-dalam,
menunggu sebuah penjelasan.
“saya belum siap buat
kehilangan kamu dek, kemarin saya liat kamu patah kaki didepan mata saya,
kemarin saya liat badan kamu terhempas ke aspal, diperban, msuk rumah sakit,
merintih lagi, minum obat lagi, berkutik dengan jarum infus lagi, terapy lagi,
tapi kamu akan tetep dateng buat latihan, semua orang bakal nerriakin nama
kamu, kamu bakal semakin cepet dan cepet dan entah besok saya akan liat apa
yang akan terjadi sama kamu” jawabku lirih, deka mandengarkan
“saya tau balap hidup
kamu, saya tau kamu suka semakin cepet. Kayak terbang bebas ya? Tapi saya ga
siap ambil resiko bisa kehilangan kamu tiap detik, didepan mata saya, saya ga
sekuat itu. Saya juga ga bisa kasi kamu pilihan balap atau saya, karena saya
tau balap itu hidup kamu, jiwa kamu. Saya bahagia banget liat sususan piala dan
hadiah yang kamu dapet setiap kali kamu menang, ngeliat senyum kamu yang udah
ga berenti ngembang, demi apapun saya berharap kamu terus gitu. Tapi itu ga
setimpal dengan resiko yang kamu tanggung, saya ga bisa” deka menatapku, tanpa
suara. Mencoba memahami yang kukatakan
“saya ngerti. Kalo gitu,
kita sampai disini aja” kata deka kemudian, seiring dengan berlalunya deka.
Aku mengerti, dan kurasa dekapun begitu. Setelah mendengar kata-kataku,
deka berlalu begitu saja. Hampir dua bulan tidak ada kabar selain dari televisi
ataupun surat kabar, deka memanangkan race-nya
tingkat nasional dan untuk pertandingan berikutnya akan ber-skala internasional
diluar negri. Aku ikut bahagia karena mimpinya menjadi kenyataan. Di dalam hati
aku selalu berdoa untuknya.
Beberapa minggu sebelum keberangkatan deka untuk latihan diluar negri. Deka
menekan bel apartemenku, datang
kepadaku. Pagi itu aku hanya sedang membuat sarapan pagi ketika deka datang
dengan sebuket bungga berwarna pink cantik. Aku tersenyum dan mempersilahkan
deka masuk, deka duduk dan kukira kami hanya akan saling berbicara sebagai
teman.
“saya akan berhenti” kata
deka tiba-tiba mengagetkanku
“by, saya bisa gila! saya
marah ketika kamu bilang kayak gitu waktu itu, kamu tau race dunia saya,
satu-satunya jalan saya buat bisa bebas, tapi ini jauh lebih buruk kalo hidup
saya ga ada kamu. Saya kira saya akan baik-baik aja, race saya berjalan lancar,
tapi otak saya ga bisa berhenti mikirin kamu, semakin saya mikirin kamu, saya
semakin ingin terbang lebih jauh.. buat ketemu kamu. Kasih saya kesempatan” Aku
berhenti memasak, dan datang mendekati deka. Memeluknya yang nampak hancur.
“biarin ini jadi yang
terakhir by, biarin aku buat salam perpisahan buat motor dan dunia balapku, aku
janji ini yang terakhir, janji!” kata deka kemuadian
“yang terakhir dan setelah
ini kamu bakal diem-diem di samping aku, cari hobby yang lain, cari kerjaan
yang lain?” jawabku
“iya janji!” seraya senyum
deka kembali mengembang.
Kudengar bahwa latihan deka berjalan lancar, di minggu-minggu terakhirnya
dia masih menelponku bercerita banyak hal, satu halyang masih kusadari dengan
jelas, deka sangat mencintai dunia itu, dunia yang bisa merenggut nyawanya
kapan saja, setiap detik. Sebelum hari terakhir deka bertanding, sepanjang
malam dia berbicara kepadaku, hmm.. iya, aku tidak ikut ke jepang untuk melihat pertandinganya, deka tidak ingin aku datang
“jangan terluka by, saya bisa lebih sakit” katanya kala itu.
Malam itu deka berbicara mengenai orang-orang baru yang ia kenal melalui
dunia balap, dia bahagia sekali. Didalam hati aku menyesal memberinya
kesempatan, karena kusadari betapa ia bahagia tinggal didunianya. Tapi hatiku
semakin gelisah, ketika deka mengakiri pembicaraan dengan berkata “saya akan
terbang lebih tinggi besok, saya janji ini akhir!” aku semakin merasa gelisah
ketika senyum nya di balik video call
terasa jauh lebih hangat dari biasanya.
Hari itu tiba, aku bangun pukul delapan. Pertandingan deka dimulai dipagi
hari. Aku hanya bisa melihat dan menunggu lewat layar televisi, namun tidak
kulakukan. Detik demi detik waktu kuhabisakan dengan berdoa didalam hati dan
membuat sesuatu, setidaknya dengan memasak aku bisa sedkit lupa. Kala itu ada
beberapa teman dekatku di apartement,
mereka sibuk berbincang dan bermain game, tia dan nita menemaniku memasak.
Kumohon, buat aku lupa. Tak lama kemudian telfon berdering, sam mengangkat
telfon, diam sesaat. “by, sini” kata sam memanggilku dengan nada rendah.
Kuterima telfon itu “hallo..” aku mendengarkan orang diseberang sana berbicara
pajang lebar, mengenai ada sedikit masalah mengenai deka, pertandinganya
sedikit kacau, ada tabrakan beruntun yang memakan banyak korban, salah satunya
deka. Aku diminta segera menyusul ke jepang
dengan penerbangan pertama. Seketika semua menjadi pilu, aku hanya terdiam
membisu. Tia dan nita membantuku membereskan pakaian, sam dan joy memesan
tiket, mereka berjanji akan menemaniku ke jepang. Di sepanjang perjalanan aku
hanya diam, tidak ada air mata, tidak ada kata-kata, hanya berdoa, “kumohon
Tuhan, beri aku kesempatan, biarkan aku menemaninya”.
Ketika aku dan teman-temanku tiba di jepang, om john manager deka sudah
menunggu kami, ketika om john datang ke arahku, aku kalah. Aku terjatuh dan
menangis haru, berkata berkali-kali bahwa ini adalah mimpi atau semacamnya. Tak
lama kemudian kami tiba dirumah sakit, deka koma. Beberapa tulang rusuknya
patah, kakinya diperban, infus menusuk setiap bagian tubuhnya, sekarat.
Aku memandangi tubuhnya yang terbaring lemah dari balik kaca ruang ICU, dia nampak tenang dengan segala
alat yang membantu nafasnya. Harus
kuapakan rasa sakit ini, sayang? Harus kubuang kemana rasa perihnya? Kamu
berhutang maaf dariku, dan kamu juga sudah berjanji..
Seminggu sudah ia dirawat, dan tidak ada tanda apapun yang membuat semua
orang berhenti untuk khawatir. Sejak hari pertama ia terbaring lemah disana,
tak sekalipun aku masuk untuk melihatnya langsung kedalam icu, hukuman untuk dia yang tidak pernah mendengar kata-kataku.
Pagi itu salju turun di jepang, kulihat putihnya dari balik jendela kaca
rumah sakit, deka tau bahwa betapa aku menyukai butiran es berwarna putih ini,
namun hari ini aku membernci salju itu, nampak dingin dan membeku. Dari balik
pintu kudengar pembicaraan dokter dan kedua orangtua deka, kudengar deka akan
dipindahkan ke jakarta dekat dengan keluarga, kenapa? bahkan ketika dia belum
sadar dari koma dan harus kembali? Karena.. samar-samar kudengar dokter
mengatakan bahwa hanya ada sedikit harapan untuk hidup, jika keajaibanpun
terjadi dan deka sadar maka ia tidak lagi bisa berdiri dengan kedua kakinya,
dan aku tak deka membenci hal itu.
“hai!” kulihat deka duduk dikursi dengan
senyumananya, aku mendekati deka dan meraba wajahnya, dia hangat.. dan seketika
aku menangis,
“kenapa..? jangan nangis ah, jelek” kata deka
lagi, dan aku masih diam memandang wajahnya dalam-dalam lalu memeluk erat dia.
“salju by, kamu suka kan?” kata deka seraya
memandang ke luar jendela, aku masih diam dan menangis dalam pelukannya
“maaf by, maaf” kata deka kemudian seiring dengan
memandang wajahku pekat, tanganya yang tadi menyentuh wajahku hangat mulai
menjadi dingin dan terlepas.
Tiba-tiba aku terbangun. Itu hanya mimpi, aku tertidur di ruang tunggu. Ku
pandangi disekitarku, semua orang tertidur lelah dan ini sudah larut malam. Aku
berjalan keruang deka, ia masih disana, juga tertidur lelap. Aku masuk kesana,
mendekat ke arah dia yang terkulai lemah, mengengam tanganya, tangannya masih
hangat, jari-jarinya masih sama seperti dalam ingataku, dan aku menangis.
“jangan menunggu, aku
baik-baik aja.. kamu boleh pergi kapan aja sayang, liat jarumnya tambah banyak,
selangnya nambah lagi, lama-lama kamu jadi robot” kataku seraya mengengam erat
tanganya,
“jangan sakit karena aku,
kamu boleh terbang sejauh yang kamu mau.. jangan menunggu, aku lebih suka kamu
ngelepas semua ini dan pergi ka.. jadi ga ada rasa sakit lagi” dan tangisku
pecah dipelukannya.
Tiba-tiba tangan deka mengengam tanganku, bergerak. Ketika aku bangun dan
melihat, deka bangun matanya yang nampak sayu memandangku dan tersenyum manis,
aku berlarian memangil dokter, dan keajaiban datang, deka sandar dan ia akan
segera baik-baik saja.
Deka duduk di ranjangnya, kedua orangtua deka tidak henti-hentinya mengucap
syukur dan menangis, aku hanya melihat dari balik pintu ketika deka mengangkat
tanganya, meminta kusambut. Aku mendekat dan memeluknya, dia tersenyum dan
kembali memeluk maja.. “i’m back” katanya
kemudian. Sudah dua hari deka sadar, namun para dokter belum memperbolehkan
deka pulang. Masih ada serangkaian pemeriksaan dan oh iya.. deka baik-baik
saja, ia berjalan kesana kemari memutari rumah sakit sesuka hatinya. Dia tampak
bahagia, dan ia kembali seperti deka yang dulu aku kenal, lucu, hangat,
periang.
Hari ketiga setelah ia siuman, ia duduk ditaman rumah sakit memandangi
anak-anak sedang bermain bola, menghela nafas panjang. Ketika aku mendekat dia
mengapai tangganku, mengengamnya erat.
“kamu tau kenapa aku
sadar?”
“karena kamu emang harus
sadar buat aku, kamu kan baik-baik aja” seraya aku membelai wajahnya
Ia mengeleng pelan “karena aku mau nepatin janji!” aku
terdiam bingung
“aku kembali, buat kamu.. aku minta waktu buat kembali ke kamu dan aku
disini” dia tersenyum
“tapi.. kalo aku ikut
pertandingan selanjutanya di eropa boleh ya?” kata deka kemudian,
“oke kita putus!”
jawabku..
“aaaaaahhh, ayaang..” dan
kami bercanda sepanjang hari
Ketika malam tiba, di ingin aku tidur didekatnya, tanganku ia gengam erat.
Kulihat dia tidur dengan nyenyak, senyumnya masih mengembang. Ketika pagi
datang, kulihat ruang inap sepi, deka tidak ada, semua orang sibuk berlarian,
nafas deka terhenti, dia tidak lagi terasadar dengan senyum hangatnya, ketika
para dokter melepaskan segala alat bantu dan menyebutkan jam dan hari, deka
benar-benar pergi.
Taukah kau? Orang berkata
ketika seseorang yang sudah koma lebih dari tiga hari, ia akan bermimpi
panjang, didalam mimpinya ia akan bertemu dengan orang-orang yang ia sayangi,
lalu pelan-pelan mengenal mereka dan rasa cinta orang-orang tersebut kepada
dirinya, lalu ia akan diberi sebuah harapan oleh Tuhan, apakah keajaiban atau
kesempatan. Deka.. ia mendapat kesempatan, ia sadar untuk beberapa hari,
memeluk kedua orangtuanya hangat, mengukir senyum di wajah teman-teman yang menunggunya
siang dan malam, dan menepati janjinya kepadaku. Dia kembali, dan aku lupa
untuk membuatnya berjanji kepadaku agar ia tak pergi lagi. Dia sudah
benar-benar terbang tinggi.
Untuk kamu yang bersembunyi dibalik awan
putih di atas sana,
Apakah kamu bahagia!
Ya.. sana terbang sepanjang waktu!
Saya mencintai kamu, bodoh..
Saya mencintai kamu, bodoh..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar