Entah sudah berapa lama kamu menjadi duniaku. Membuat senyum yang akan
terukir sepajang hari hanya karena engkau datang dimimpiku tadi malam, bahagia
tanpa sebab, menjadi riang tanpa alasan. Apakah aku menyedihkan? Diriku
menjijikan? Bisakah hal ini disebut dengan cinta? Lalu apa dayaku? Engkau
sangat jauh walau berjarak tak lebih dari sekitar lima rumah dari rumahku.
Tak bisakah kau berehenti sejenak? Berpaling dari segala duniamu hanya
untuk beberapa detik melihatku, memandang sejenak diriku yang biasa. Apakah
mustahil? Apakah aku menjadi seorang diri dengan rasa ini? Dan adalah wajar
jika aku sakit dan sepi sendiri karena bahkan kita tak saling mengenal, kita
bahkan tak saling mengucapkan nama.
Kamu selalu menjadi bagian menarik dari kehidupanku yang sepi. Hanya kamu.
Aku berdiri berjam-jam hanya untuk melihat punggungmu lebih lama ketika kamu
lewat, aku bersikap dengan sangat manis berlama-lama hanya karena jika kamu
tiba-tiba datang, jika kamu tiba-tiba memerlukan bantuanku, kamu akan datang
untuk sebuah permintaan, apapun itu.
Harukah kusapa dirimu? Haruskah aku menjadi bagian dari harimu? Aku takut
menjadi luka dari hati lain, takut menjadi masalah dalam kehidupan orang lain,
lebih takut terluka seorang diri, kecewa seorang diri. Hanya sapalah aku dengan
senyummu, hanya panggilah namaku ketika kamu tau, hanya lebih seringlah berdiri
didekat rumahku ketika kamu ingin, dan aku akan jadi wanita paling bahagia saat
itu.
Kamu hiburan yang pernah mengecewakan, udara segar yang tak pernah menjadi
keruh. Kamu bahagia yang Tuhan selipkan diantara duniaku yang sepi. Kamu.
Masih ingatkah kamu hari itu? Ketika hujan deras turun, ketika tidak ada
seorangpun dirumahmu, ketika bahkan kamu lupa membawa kunci. Tiba-tiba aku
menjadi wanita luar biasa yang bahagia tanpa sebab. Kamu duduk tepat
disebelahku, dengan setelan jeansmu yang basah, sibuk mengengam handphone untuk mencari tau keberadaan
kunci. Demi Tuhan, kumohon jangan biarkan siapapun menemukan kunci atau
membiarkanmu pulang.
Hampir tiga puluh menit dan kamu menjadi bosan akan menunggu di dekat
hamparan hujan yang deras, bersamaku tanpa sepatah katapun. Aku tidak ingin
kamu menjadi kecewa, setelah kukumpulkan segala keberanian yang kupunya, segala
hal yang kumiliki, segala kempuan yang hatiku persiapkan. Kukira harus kukatan
sesuatu atas ini, setidaknya namaku atau apapun itu, atau apapun itu.
“kuncinya belom ada bang?” kataku pada akhrinya
“hmmm” jawabmu hanya dengan angukan singkat, dan aku menjadi menyesal
karena tak bisa berkata hal lain.
“sa..” katamu tiba-tiba
“iya..” dan aku menjadi sendu dan malu, bahagia dan terharu. Kamu tau
namaku, dan suara hujan sekakan menjadi alunan lagu yang mengantar pembicaraan
sakit ini.
Kamu bercerita mengenai pacarmu. Iya, ternyata kamu sudah memiliki
bidadari. Cantik. Kamu dengan segala cintamu, dengan segala hal yang kamu
punya, mencintai dia seakan dia adalah satu-satunya mahluk di dunia ini, tersenyum
bahagia hanya karena mem-bayangkan dan menyebut-nyebut namanya, kamu yang
terlihat seperti orang lain dari yang selama ini kuperhatikan, berhari-hari,
berminggu-minggu, berbulan-bulan dan bertahun lamanya, seperti seorang anak
kecil yang menceritakan mainan kesayangan miliknya. Sangat bahagia.
Dia. Perempuan beruntung itu. Tidak tau seberapa aku mencintai pemuda ini,
menunggu Tuhan memberikanku kesempatan menitipkan hati pemuda ini padaku,
menunggu bahwa suatu hari saat seperti ini datang dan aku bisa mengatakan
seberapa besar rasa, rasa ingin menyentuh, memiliki. Ternyata hatiku salah.
Ternyata doaku belum dijabah untuk menjadi. Aku harus bersabar dan merintih
seorang diri menghadapi kenyataan bahwa kamu mencintai gadis itu dengan seluruh
hati yang kamu miliki, dengan segala yang kamu punya, dan tak mungkin tersisa
bahkan sedikit untuk seseorang sepertiku.
Aku masih ingat raut wajahmu saat itu, senduh, dan teduh. Taukah kamu,
Betapa aku ingin ditatap dalam-dalam oleh sepasang bola mata hitam tercantik
yang pernah kamu miliki? Taukah kamu, Betapa aku ingin kamu bahagia semanis itu
ketika namaku yang berkali-kali menjadi alasanmu tersenyum? Taukah kamu, betapa
aku hanyut didalam ratusan mimpi semuku untuk berada diantara dekapan hangat
kedua tangamu, bersandar dibahumu yang hangat?
Dia, ini, dia itu. Dia begini, dia begitu. Berkali-kali kamu kecewa dan
tersenyum seakan hanyut didalam ceritamu seorang diri, dan kusadari.. aaahh!
Kurasa aku akan mengentikan rasa ini, kurasa aku akan berhenti disini, kurasa
aku salah meletakkan hatiku untukmu.
Kamu menjadi kecewa karena sikapnya, menjadi lelah karena tingkahnya, namun
yang kusadari dengan jelas bahwa kamu dengan sepenuh hatimu mencintai dia.
Haruskah kukatakan hal-hal bodoh? Sesuatu seperti perempuan itu bukan yang
terbaik? Atau temukan seseorang yang lain?
“dia perempuan yang baik bang, cukup mengerti maunya apa. Cewek hanya ingin
hal-hal sederhana bang, pengertian..”
Nasehat singkatku.. Tidak kulakukan adu dombaku, tidak kukatakan hal-hal
buruk mengenai ini dan itu. Hanya nasehat untuk membuatmu lebih mengerti dia,
lebih mengenai perempuan. Iya, kulepaskan kamu seakan aku perempuan baik-baik
berhati mulia, dan sejujurnya aku selalu menyesali hal itu.
Tidak seutuhnya menyesal, mungkin. Aku bisa menjadi sisa-sisa bagian dari
hidupmu. Kamu lebih sering datang kerumahku sekedar untuk menyapa dan bercerita
singkat, kita menjadi lebih dekat, banyak hal yang kita bicarakan mengenal
dunia dan percayakah? Fikiran kita selalu sama, Tuhan menujukkanku bahwa kamu
adalah sosok terbaik didalam hidupku, hanya saja Tuhan tidak memberikanku
sebagai bagian dari hatimu. Tidak masalah, aku bahagia melihat senyum itu
setiap hari, dan kamu lebih sering memanggil namaku, membuka hatimu untuk
bercerita kepadaku, walau terkadang aku harus menyadari bahwa dia menunggumu
disudut lain, dan kamu sangat bahagia atas perempuan lain yang bukan aku. iya.. aku manusia bodoh, yang juga mencintai dengan cara yang bodoh.. dan entah mengapa, aku bisa dan bahagia.
Dari seorang sahabat yang ingin semua orang juga
mengetahui caranya yang berbeda saat mencintai..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar